Search

Google

Saturday, November 24, 2007

Free Talk

"Pakai S kekecilan, pakai XL kegedean, paling cocok pakai M, pilih... "

Itu kalimat yang tertulis di bagian punggung dari t-shirt (kaos) berwarna hitam milik saya yang diberikan oleh sebuah operator selular "I" sebagai souvenir saat berkunjung ke kampus STMIK KHARISMA Makassar dalam rangka mempromosikan sebuah event. Di bagian depan, di dada sebelah kirinya ada logo dari operator "I", dan itu cukup menjelaskan apa yang dimaksud dengan M dalam kalimat di bagian belakang. Kaos itu sedang saya pakai saat ini, saat sedang menulis blog ini.

Kurang dari setengah jam yang lalu saya baru mengakhiri komunikasi selular Jogja-Makassar dengan istri saya setelah ngobrol sekitar 50-an menit.. Waaaaah..!!
Pasti terbayang berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk berbicara selama itu dalam komunikasi SLJJ melintasi jaringan selular zona III

Believe it or not.. It's free.. really free..!

Istri saya pakai layanan selular M dari operator I, yang dalam masa promo sekarang ini (mudah-mudahan masih lama berakhirnya) memberikan bonus freetalk 100 menit sampai pk.24.00 untuk setiap penggunaan pulsa Rp.5.000 dalam satu hari (tidak harus dari satu call).
Saya sendiri pakai M yang lain dari operator I juga, dengan bonus free 50 sms per-bulan dan tarif per-detik yang flat untuk kapan saja (tidak kenal jam sibuk) dan di mana saja (sama untuk SLJJ atau lokal, mudah-mudahan saya tidak salah ingat)

(So.., saya masih cocok pakai kaos pemberian mereka :) )

Kalau mau ngobrol lama-lama, istri saya cukup menelpon ke saya pagi atau siang hari, yang pada jam itu tidak sulit untuk menghabiskan pulsa Rp.5000, cukup bicara dua tiga menit sekedar say hello dan janjian telepon nanti malam, atau diakumulasi dengan local-call ke teman-temannya (untuk suatu urusan tentunya), dan malamnya saya dan istri saya sampai sering kehabisan bahan pembicaraan untuk menghabiskan jatah bonus 100 menit gratis. Kata Tukul: Puas..! Puas..!

Saya bukan mau mempromosikan tentang produk M dari operator selular I, karena saya tidak dibayar untuk itu, saya cuma di kasih kaos.., he he he ...

Tetapi saya menulis ini karena setelah bermenit-menit yang panjang mengobrol dengan istri saya, kepala saya sekarang sedang dipenuhi oleh dua pemikiran (tidak terkait dengan pembicaraan dengan istri saya)

Pertama: Ternyata sebenarnya tarif telepon itu bisa murah, karena dengan 5.000 rupiah ternyata cukup untuk membiayai percakapan paling tidak sampai 100 menit. Itu nyaris sama dengan tarif flat yang diberlakukan di negara-negara maju, cukup dengan sekali bayar dengan satu harga pengguna telepon bisa bicara sepuasnya.

Saya kemudian jadi bingung dengan polemik yang berkembang akhir-akhir ini tentang tarif selular Indonesia termahal dibanding negara lain di dunia. Apa sih permasalahan sebenarnya. Kenapa dalam masa promo, operator bisa banting harga plus bonus gila-gilaan, tapi kemudian konsumen kembali malas menelpon setelah masa promo berakhir (otomatis malas isi ulang dan operator musti promo lagi). Saya jadi bingung, bagaimana sih aturan main sebenarnya?

Kedua: Terkait dengan flat-rate, single-tarif, tarif fixed atau apapun namanya, dan terkait dengan masalah ngomong sepuasnya, saya teringat pada diskusi beberapa waktu yang lalu dengan rekan saya di Makassar, pak Munir (punya blog juga http://fathin.blogspot.com/), tentang tarif flat rate yang sulit diberlakukan di Indonesia, mengapa?? karena budaya orang Indonesia yang nafsu konsumtifnya gila-gilaan, dikasih sepuluh habis sepuluh, dikasih seratus habis seratus.

Kalau di Indonesia diberlakukan satu kali bayar untuk satu kali call berapapun panjang percakapan, maka kemungkinan besar tidak akan ada pesawat telepon atau HP di Indonesia yang nganggur, dan dokter THT akan sangat sibuk melayani pasien dengan telinga lecet. Lalu apa iya kapasitas jaringan telepon dan selular Indonesia mampu melayani semua penduduk Indonesia yang punya nomor telepon dan HP sekaligus bersamaan??

(Ssssst.. dari tempat kos saya, operator I masih sering bilang "Network Busy")

Saya jadi ingat lagi masa-masa antri telepon umum koin dimana kita harus menunggu pengguna telepon yang sedang menghabiskan berkoin-koin untuk ngobrol, dengan harapan dia pasti berhenti saat koinnya habis. Bayangkan kalau saat itu cukup dengan satu koin saja..


Contoh paling dekat adalah saya dan istri saya yang sering bingung mencari topik apa lagi yang mau dibicarakan untuk menghabiskan 100 menit, karena menurut kami itu adalah hak kami, karena operator sudah menjanjikan dan sudah memberikannya.

Dikasih seratus, ya harus habis seratus dong.. he he he.. :)

Ini menunjukkan bahwa kami adalah orang Indonesia asli

(Kapan yaa saya bisa berubah..???)

2 comments:

The Doctor said...

Makanya, pake trus produk dari operator "I". :D

Itu bagian dari komitment operator "I" utk melayani pelanggannya, dan sekaligus mengejar ketertinggalannya dalam persaingan. :)

Sofyan Thayf said...

Yah.., masa komentarnya cuma segitu.. :(
Jadi kayak iklen deh..

mentang-mentang anggota "I"-man