Search

Google

Saturday, December 29, 2007

Rent Your Soul

Judul yang aneh..??

Ya betul.., aneh.., itu juga yang muncul di pikiran saya waktu baca informasi dari detikINET.com tentang situs sebuah yang aneh, bahkan dikatakan tidak masuk akal: rentyoursoul.com, situs yang melayani penyewaan jiwa..



Menyewakan jiwa...?? Lalu selama disewakan, kita pakai apa..??!
ha ha ha ha... :)

Iseng-iseng, saya coba mengunjungi situs tersebut, ternyata sama sekali tidak ada hubungannya dengan urusan pinjam-meminjam atau kehilangan jiwa dalam arti sebenarnya.

Pierre Ayotte, pengelola situs ini, ternyata hanya meminjam wajah (dalam bentuk foto diri sambil memegang secarik kertas bertuliskan "My Soul") untuk dipajang di halaman depan situsnya sebagai donatur.

Lho.., koq..?? donatur..??

Iya.., sebagai donatur.. Wajah-wajah yang dipajang di halaman depan selama seminggu (katanya..!, tapi fotoku sempat mejeng dua minggu, melampaui masa penyewaan, he he he..) adalah para donatur, bukan donatur untuk RentYourSoul, tetapi donatur untuk yayasan yang dipilih sendiri oleh si pemilik wajah, karena Pierre menjanjikan untuk mengirimkan sumbangan senilai $10 kepada yayasan atau badan amal yang ditunjuk si pemilik wajah.

Dan sebagai imbalan atau uang sewa atas jiwa.. eh.. wajah, Pierre juga menjanjikan $10 untuk si pemilik wajah.

Entah kenapa saya tertarik untuk mencoba mendaftarkan diri, kalau di pikir sih.. nothing to lose, cukup hanya dengan mendaftar, menunjuk yayasan yang akan di sumbang, dan upload foto. Yayasan yang saya tunjuk adalah Yayasan Peduli (iseng juga milihnya, hasil searching dari Google).

Seminggu kemudian, saya dapat email dari Pierre yang mengatakan bahwa foto saya terpilih sebagai salah satu dari 20 donatur dan akan dipajang selama seminggu di halaman depan RentYourSoul



Saya kemudian jadi bertanya-tanya, apa iya si Pierre akan mengirimkan $10 ke yayasan peduli dan $10 ke saya?

Tadi pagi (Jumat, 28/12/2007) istriku kirim sms dari Makassar, bahwa ada amplop kiriman dari luar negeri berisi satu lembar uang $10, terbungkus dalam lipatan kertas dan selembar kertas dengan tulisan "Thank's -pin"

Tapi saya belum tau, apakah pihak yayasan peduli juga sudah menerima $10-nya



Hmmm.., cara yang unik untuk menyumbang

Dalam banyak komentar di buku-tamunya atau media-linknya, ada yang menulis kalau ini bisa jadi satu bentuk bisnis baru di Internet.

Perkiraan saya, pemilik situs harus berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin pembaca dan peserta (orang yang menyewakan 'jiwa'), semakin banyak kepercayaan peserta akan mengundang semakin banyak pemasang iklan. Dana dari iklan ini kemudian, mungkin dengan perhitungan tertentu, akan digunakan untuk menyumbang ke yayasan yang ditunjuk dan membayar 'biaya sewa' atas 'jiwa' peserta.




Eh.., tulisan ini koq jadi kayak iklan yaa..?? padahal saya cuma mau cerita pengalaman dapat uang beneran dari Internet.
Ah sudahlah..., terserah yang baca saja. He he he ... :)

Saturday, November 24, 2007

Free Talk

"Pakai S kekecilan, pakai XL kegedean, paling cocok pakai M, pilih... "

Itu kalimat yang tertulis di bagian punggung dari t-shirt (kaos) berwarna hitam milik saya yang diberikan oleh sebuah operator selular "I" sebagai souvenir saat berkunjung ke kampus STMIK KHARISMA Makassar dalam rangka mempromosikan sebuah event. Di bagian depan, di dada sebelah kirinya ada logo dari operator "I", dan itu cukup menjelaskan apa yang dimaksud dengan M dalam kalimat di bagian belakang. Kaos itu sedang saya pakai saat ini, saat sedang menulis blog ini.

Kurang dari setengah jam yang lalu saya baru mengakhiri komunikasi selular Jogja-Makassar dengan istri saya setelah ngobrol sekitar 50-an menit.. Waaaaah..!!
Pasti terbayang berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk berbicara selama itu dalam komunikasi SLJJ melintasi jaringan selular zona III

Believe it or not.. It's free.. really free..!

Istri saya pakai layanan selular M dari operator I, yang dalam masa promo sekarang ini (mudah-mudahan masih lama berakhirnya) memberikan bonus freetalk 100 menit sampai pk.24.00 untuk setiap penggunaan pulsa Rp.5.000 dalam satu hari (tidak harus dari satu call).
Saya sendiri pakai M yang lain dari operator I juga, dengan bonus free 50 sms per-bulan dan tarif per-detik yang flat untuk kapan saja (tidak kenal jam sibuk) dan di mana saja (sama untuk SLJJ atau lokal, mudah-mudahan saya tidak salah ingat)

(So.., saya masih cocok pakai kaos pemberian mereka :) )

Kalau mau ngobrol lama-lama, istri saya cukup menelpon ke saya pagi atau siang hari, yang pada jam itu tidak sulit untuk menghabiskan pulsa Rp.5000, cukup bicara dua tiga menit sekedar say hello dan janjian telepon nanti malam, atau diakumulasi dengan local-call ke teman-temannya (untuk suatu urusan tentunya), dan malamnya saya dan istri saya sampai sering kehabisan bahan pembicaraan untuk menghabiskan jatah bonus 100 menit gratis. Kata Tukul: Puas..! Puas..!

Saya bukan mau mempromosikan tentang produk M dari operator selular I, karena saya tidak dibayar untuk itu, saya cuma di kasih kaos.., he he he ...

Tetapi saya menulis ini karena setelah bermenit-menit yang panjang mengobrol dengan istri saya, kepala saya sekarang sedang dipenuhi oleh dua pemikiran (tidak terkait dengan pembicaraan dengan istri saya)

Pertama: Ternyata sebenarnya tarif telepon itu bisa murah, karena dengan 5.000 rupiah ternyata cukup untuk membiayai percakapan paling tidak sampai 100 menit. Itu nyaris sama dengan tarif flat yang diberlakukan di negara-negara maju, cukup dengan sekali bayar dengan satu harga pengguna telepon bisa bicara sepuasnya.

Saya kemudian jadi bingung dengan polemik yang berkembang akhir-akhir ini tentang tarif selular Indonesia termahal dibanding negara lain di dunia. Apa sih permasalahan sebenarnya. Kenapa dalam masa promo, operator bisa banting harga plus bonus gila-gilaan, tapi kemudian konsumen kembali malas menelpon setelah masa promo berakhir (otomatis malas isi ulang dan operator musti promo lagi). Saya jadi bingung, bagaimana sih aturan main sebenarnya?

Kedua: Terkait dengan flat-rate, single-tarif, tarif fixed atau apapun namanya, dan terkait dengan masalah ngomong sepuasnya, saya teringat pada diskusi beberapa waktu yang lalu dengan rekan saya di Makassar, pak Munir (punya blog juga http://fathin.blogspot.com/), tentang tarif flat rate yang sulit diberlakukan di Indonesia, mengapa?? karena budaya orang Indonesia yang nafsu konsumtifnya gila-gilaan, dikasih sepuluh habis sepuluh, dikasih seratus habis seratus.

Kalau di Indonesia diberlakukan satu kali bayar untuk satu kali call berapapun panjang percakapan, maka kemungkinan besar tidak akan ada pesawat telepon atau HP di Indonesia yang nganggur, dan dokter THT akan sangat sibuk melayani pasien dengan telinga lecet. Lalu apa iya kapasitas jaringan telepon dan selular Indonesia mampu melayani semua penduduk Indonesia yang punya nomor telepon dan HP sekaligus bersamaan??

(Ssssst.. dari tempat kos saya, operator I masih sering bilang "Network Busy")

Saya jadi ingat lagi masa-masa antri telepon umum koin dimana kita harus menunggu pengguna telepon yang sedang menghabiskan berkoin-koin untuk ngobrol, dengan harapan dia pasti berhenti saat koinnya habis. Bayangkan kalau saat itu cukup dengan satu koin saja..


Contoh paling dekat adalah saya dan istri saya yang sering bingung mencari topik apa lagi yang mau dibicarakan untuk menghabiskan 100 menit, karena menurut kami itu adalah hak kami, karena operator sudah menjanjikan dan sudah memberikannya.

Dikasih seratus, ya harus habis seratus dong.. he he he.. :)

Ini menunjukkan bahwa kami adalah orang Indonesia asli

(Kapan yaa saya bisa berubah..???)

Friday, April 13, 2007

Khatam

Hari ini, Jumat 13 April 2007, menjelang waktu shalat Isya, satu catatan penting
dalam sejarah hidup saya terukir, saya baru saja manamatkan membaca (khatam) Al-
Qur'an untuk pertama kalinya dalam hidup saya.

Mungkin bagi sebagian besar orang merupakan hal yang biasa karena mereka telah khatam Quran hingga puluhan kali sepanjang hidupnya, atau mungkin ada yang menganggapnya sebagai hal yang memalukan, mengingat usia saya yang sudah setua ini, tapi baru satu kali menamatkan membaca Qur'an.

Bagi saya sekarang, adalah lebih memalukan jika belum pernah khatam sama sekali.
Apalagi kalau keburu mati (sengaja saya sederhanakan bahasanya untuk mengingatkan bahwa kematian itu begitu dekat).

Saat saya kecil, orang tua saya mengikutkan saya dan saudara-saudara saya untuk belajar mengaji di mesjid, dengan metode: guru membaca dan murid menunjuk, he he he..(waktu itu belum dikenal metode iqra). Tapi saya tidak ingin menyalahkan guru mengaji saya, karena pada guru mengaji yang sama, kakak saya menjuarai beberapa kali lomba musabaqoh, artinya dia bisa membaca Qur'an dengan sangat baik, dan berarti pula sayalah yang bodoh.

Adik-adik saya bisa membaca Qur'an dengan lancar karena, selain lewat guru mengaji, (Alm) Bapak saya selalu menyempatkan diri membimbing mereka belajar mengaji dirumah. Pada saat itu saya sudah mulai sibuk dengan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler sekolahan.

Hasilnya, sampai saya menikah dan menjadi imam bagi istri saya, hafalan surah saya tidak pernah bertambah dari apa yang pernah saya hafalkan saat belajar mengaji di mesjid. Dulu, setiap kali sebelum memulai pelajaran mengaji, kami diharuskan membaca surah mulai dari An-Nas sampai Al-Ashr. Itulah yang membekas menjadi hafalan karena dilakukan setiap hari

Bagaimana mungkin bisa menambah hafalan, membaca saja saya sulit.Mulai ada rasa malu pada diri sendiri dan keluarga. Tapi harusnya saya lebih malu kepada Allah yang sudah menurunkan 'manual-book' untuk ciptaan-NYA yang disebut "manusia", tetapi saya tidak belajar untuk membacanya dengan lebih baik.

Saat ponakan-ponakan istri saya mulai memasuki usia yang sudah saatnya mereka diajarkan membaca Al-Qur'an, didatangkanlah guru privat untuk mengajarkan mereka dengan metode Iqra. Kesempatan, tanpa rasa malu saya ikut belajar mulai dari buku Iqra 1.

Belum selesai buku Iqra 1, saya berkesempatan berangkat ke Libya, sebuah negara Islam. Di sana saya sering kuatir jika berbincang dengan orang Arab tentang bagaimana orang Indonesia membaca Qur'an, pertanyaan yang paling sering dilontarkan ke saya. Kuatir kalau mereka meminta saya membaca satu-dua ayat.
Pernah juga saya diajak menghafalkan beberapa surah Al-Quran oleh supir taxi yang saya tumpangi di sela-sela obrolan, untungnya surah yang dihafalkan adalah surah antara An-Nas dengan Al-Ashr, jadi bukan masalah bagi saya. Ha ha ha haSetelah mengakhiri hafalan dengan do'a (saya meng-amin-kan), dia bilang "Anta queis"yang artinya "Anda bagus", Alhamdulillah.
Empat bulan di sana, saya agak sedikit memahami, bagaimana membaca huruf Arab gundul.

Dalam setiap Ramadhan, saya selalu bertekad untuk bisa khatam dalam Ramadhan itu, tapi karena membacanya masih tersendat-sendat, walhasil, akhir Ramadhan surah al-Baqarah pun belum habis dibaca. Lepas Ramadhan iklim dan semangatnya surut lagi.

Sekarang ini, di Jogja, saya hanya fokus dengan perkuliahan yang tidak terlalu padat, sehingga saya punya cukup waktu. Dengan semangat saya harus khatam Al-Quran minimal satu kali sebelum saya mati, saya mulai membaca Al-Qur'an secara rutin setiap habis shalat Shubuh dan Maghrib.

Awalnya terasa berat dan membosankan karena harus membaca tersendat-sendat, dan mengulangi setiap kali salah baca. Tapi ternyata itu latihan yang efektif sepanjang kita tidak gampang menyerah. Lama kelamaan saya mulai dapat membaca dengan lebih lancar.

Saya mencoba mengaji sendiri tanpa guru. Satu bantuan yang cukup berarti adalah, di kamarku kebetulan mendapat layanan TV Kabel, dan salah satu siarannya dari TV Qatar. Setiap pagi sekitar satu jam, saluran TV itu menayangkan ayat-ayat al-Quran disertai dengan suara qori' yang membacanya. dari situ saya coba belajar membaca huruf yang benar dan saya praktekkan. Kadang-kadang, suara qori' membacanya dengan disertai tajwid dan sangat enak untuk didengarkan.

Kurang dari tiga bulan, akhirnya semangat saya membuahkan hasil, kemenangan besar pada hari ini.

Hikmahnya, memang tidak ada kata terlambat sepanjang kita mau memulai dan konsisten menjalaninya hingga selesai.

Insya Allah, besok shubuh saya akan mulai kembali dengan Al-Fatihah dan Al-Baqarah lagi.

Wednesday, April 04, 2007

Upgraded

Satu kesyukuran yang besar, yang selalu saya haturkan ke hadirat Allah SWT, atas kesempatan dan kemudahan yang dilimpahkan kepada saya, sehingga saya dapat mengikuti pendidikan jenjang S2 di magister Ilmu Komputer UGM.

Baru beberapa bulan perkuliahan, saya merasakan kemajuan yang amat pesat dalam diri saya, padahal sekarang baru musim mid-test dalam semester pertama saya.
Insya Allah, tiga semester kedepan, tak terbayangkan kemajuan yang bisa saya capai, sepanjang saya bisa menjaga keseriusan dan usaha dalam belajar. Semoga Allah tetap memberikan rahmat dan hidayah-Nya.

Saya benar-benar merasa ter-upgrade

Hal yang paling terasa adalah proses pendekatan saya kepada dunia matematika yang dulu merupakan phobia bagi saya.

Hari ini saya baru menyelesaikan mid-test untuk matakuliah Teori Komputasi, yang isinya merupakan pendekatan matematika terhadap sistem bahasa dalam pemrograman komputer
Saya berhasil menyelesaikan dua dari tiga soal, dan saya yakini di atas 80% benar

Memang bukan pencapaian terbaik untuk standar rata-rata seharusnya mahasiswa, tetapi itu adalah pencapaian terbaik bagi saya dalam matematika.
Menghadapi ujian matematika tanpa rasa kuatir saja bagi saya sudah merupakan satu kemajuan besar.

Saya jadi ingat saat kuliah S1, yang saya selesaikan 10 tahun yang lalu, setelah ditempuh selama 7,5 tahun. Untuk matakuliah kalkulus I harus saya ambil dalam empat semester untuk dapat lulus, dan tiga semester untuk matakuliah Kalkulus II. Total tujuh semester bersama Kalkulus, termasuk di dalamnya tiga semester untuk Statistika. Hasil tertinggi hanya C, dan tanpa ada yang membekas di dalam kepalaku, selain simbol integral yang menakutkan dan notasi sigma.

Di sini, di S2 Ilmu Komputer, saya tertantang untuk mempelajari matematika step by step, kendati harus mulai dari nol. Mungkin karena obsesi penguasaan ilmu komputeryang membuat saya mau tak mau harus kembali bergelut dengan matematika, ditambah dengan kesadaran akan kesalahan masa lalu.

Ternyata benar kata orang, "tidak ada kata terlambat untuk belajar"

Selagi sempat dan sebelum saya lupa, saya harus menyampaikan ini:

Terimakasih untuk pa' Yoyo yang menyajikan matematika dengan cara yang lebih mudah dipahamiuntuk orang-orang seperti saya

Terimakasih untuk teman-teman S2 saya, de' Nesi Syafitri, pa' Hasanuddin, pa' Felix, mas Heru, mas Ibnu, mas Andri, mas Surya, daeng Arfan yang semuanya bersedia datang dan berkumpul di tempat kos saya untuk mengajari saya matematika.

Terima kasih untuk pa' Rahman Mallala di Makassar, yang bersedia diganggu lewat SMS dengan pertanyaan2 aneh saya seputar matematika

Terima kasih untuk STMIK KHARISMA atas kesempatan yang diberikan

Terima kasih untuk Istriku atas doa dan dukungannya

Wednesday, March 21, 2007

Rp 500,-

Beberapa waktu sebelumnya, saya termasuk orang yang suka jengkel melihat pengemis yang meminta-minta di jalan, atau tidak senang jika ada pengamen yang datang saat saya makan di warung (apalagi di Jogja, tiada warung tanpa pengamen). Karena kejengkelan itu, membuat saya tidak punya niat sama sekali untuk memberi sekedar lima ratus rupiah.

Tapi suatu ketika, saya lupa hari dan tanggalnya, saya melihat satu tayangan di televisi yang berisi sebuah renungan (kalau tidak salah judul acaranya juga 'Renungan'). tidak jelas oleh saya apakah renungan tersebut dalam konteks agama atau tidak, yang jelas tayangan yang hanya beberapa menit itu benar-benar menyentuh bagi saya

Saya juga tidak ingat detailnya, tetapi kurang lebih apa yang disampaikan oleh pembicara dalam tayangan tersebut intinya seperti ini (Maaf jika mungkin sudah bercampur dengan pemikiran saya sendiri):

Kita kadang enggan memberi kepada seorang pengemis yang kita temui dan meminta kepada kita dengan pertimbangan:
Uang lima ratus rupiah yang diberikan kepada pengemis tidak akan menyelesaikan masalah si pengemis
Uang lima ratus rupiah terlalu banyak untuk diberikan kepada pengemis

Uang lima ratus rupiah yang diberikan kepada pengemis tidak akan menyelesaikan masalah si pengemis. Lalu..
Apakah dengan tidak memberikan uang limaratus rupiah tersebut lantas akan menyelesaikan masalah si pengemis?
Apakah dengan tidak memberikan uang limaratus rupiah tersebut lantas akan membuat si pengemis berhenti mengemis?

Uang lima ratus rupiah terlalu banyak untuk diberikan kepada pengemis. Lalu..
Apakah dengan memberikan uang limaratus rupiah kepada pengemis akan membuat si pengemis menjadi kaya?
Apakah dengan memberikan uang limaratus rupiah kepada pengemis akan membuat kita menjadi miskin?

Ternyata, secara logis, memberi atau tidak memberi, tidak akan secara signifikan merubah kehidupan si pengemis maupun kehidupan kita

Berdasarkan masukan itu, saya kemudian mencoba melihat dari sisi yang lain

Jika uang lima ratus rupiah , kita tabung setiap hari, berapa besar kira-kira saldo tabungan kita nantinya pada saat kita mati ????
bisakah kita membawanya??

Jika setiap lima ratus rupiah yang kita berikan kepada pengemis atau pengamen, kita niatkan sebagai ibadah, cukup dengan mengawali pemberian dengan ucapan Basmalah (otomatis disertai keikhlasan), berapa besar kira-kira saldo 'tabungan' kita nantinya pada saat kita mati?
Saldo itu akan menunggu kita.

Iseng-iseng, saya juga coba berhitung-hitung

Jika ada SATU orang memberi, maka akan ada SATU orang yang bahagia hatinya, yaitu orang yang diberi

Jika ada SATU orang memberi dengan ikhlas, maka akan ada DUA orang yang bahagia hatinya, yaitu orang yang diberi dan orang yang memberi

Lalu, siapakah yang akan paling banyak mendapatkan rasa bahagia?
Tentunya, SATU orang yang ikhlas memberi kepada BANYAK orang

Jadi kalau masih menghitung untung-rugi, ternyata masih lebih untung menjadi orang yang ikhlas memberi,

Dan ternyata dengan ikhlas memberi, akan dapat membawa pengaruh yang besar dalam hidup kita dan 'Masa Depan' kita.

Dengan pemikiran ini, saya jadi selalu berusaha meringankan hati untuk memberikan sekedar lima ratus rupiah kepada pengemis atau pengamen, paling tidak sekali dalam sehari.

Mudah-mudahan rezki saya dimudahkan, dan mudah-mudahan 'tabungan' saya bisa terus bertumbuh.

Thursday, March 01, 2007

Cryptography

Bermula dari Julius Caesar yang tidak percaya kepada kurirnya, yang kemudian menyandikan pesan yang akan dikirimkan dengan cara menggeser tiga huruf ke depan dari setiap huruf dalam pesannya, misalnya jika dalam pesan terdapat kata "KAPAL" disandikan dan ditulis sebagai "NDSDO" dimana "N" adalah huruf ketiga setelah "K", "D" huruf ketiga setelah "A" dan seterusnya.

Kemudian berkembanglah berbagai teknik kriptografi hingga saat ini, mulai dari yang gampang ditebak seperti Caesar cipher di atas yang hanya memiliki 25 kemungkinan, hingga teknik enkripsi dengan kunci ratusan bit, yang membutuhkan waktu hingga puluhan tahun jika coba di dekode tanpa kunci yang resmi dengan menggunakan komputer tercepat.

Bagi saya, kriptografi adalah ilmu baru, yang baru mulai saya kenali lebih serius di semester pertama program S2 saya. Kata beberapa teman, kriptografi itu bicara matematika, ini membuat saya sedikit cemas, mengingat pengalaman saya bersama matematika yang kurang harmonis sejak SMA dan kuliah S1.

Tapi di awal-awal semester ini, saya melihat kriptografi sangat menarik, bisa jadi karena penyampaian oleh dosen saya yang membuat kriptografi tidak seseram cerita teman-teman, atau mungkin ini baru sebuah pemanasan sebelum melihat wajah asli 'makhluk' bernama kriptografi ini. Semoga saja ketertarikan saya diawal kuliah bisa jadi modal dan spirit untuk terus mempelajari, seseram apapun wujud aslinya nanti :)

Saat mempelajari kriptografi, saya jadi ingat dengan masa-masa saya aktif di Pramuka waktu SMA dulu, juga teringat bacaan saya semasa di SMP, seperti cerita-cerita pemecahan misteri dalam petualangan Lima Sekawan karya Enid Blyton atau Trio Detektif karya Alferd Hitchcock. Saya juga masih ingat cerita yang saya baca ketika masih duduk di bangku SD, dari album Cerita dari Lima Benua berjudul Perjalanan ke Pusat Bumi, dimana ceritanya bermula dari penemuan sebuah surat rahasia yang ternyata disandikan dengan cara ditulis dari kanan ke kiri dan dari bawah ke atas.

Dari pengalaman membaca cerita-cerita tersebut, dan dengan informasi pengantar matakuliah, saya merasa cukup dekat dengan kriptografi, walaupun saya baru mengenalnya kurang dari satu bulan ini. Rasa 'sok dekat' ini mungkin yang membuat saya merasa exciting dalam mempelajari.

Bawaan dari semangat ini, saya mencoba menulis program untuk mensimulasikan proses enkripsi dan dekripsi dari setiap kriptosistem yang baru saja dikenalkan dalam kuliah, hasilnya saya berhasil sudah membuat program simulasi enkripsi-dekripsi dari Caesar cipher, Monoalphabetic cipher, Polyalphabetic cipher, dan Vigenere cipher. Saat blog ini saya tulis, saya sedang mencoba menyelesaikan simulasi untuk Fairplay cipher.

Tujuan utama saya membuat program ini adalah untuk bisa lebih memahami algoritma enkripsi-dekripsi, dan menjaga spirit saya dalam mempelajari kriptografi, sehingga saya lebih siap jika nanti ternyata makin kebelakang kriptografi ternyata memang makin menakutkan (semoga tidak).

Program saya tulis dalam Visual BASIC dari Visual Studio Express free-edition, sehingga tidak bisa di distribusi dalam bentuk executable file. Tapi bukan masalah, karena saya memang berniat membagi source program ini kepada siapa saja yang baru mempelajari kriptografi dan pemrograman seperti saya, siapa tahu bisa jadi bahan untuk bertukar pikiran dan tukar pengalaman.

Karena fokusnya lebih ke mekanisme enkripsi-dekripsi, sehingga mungkin dari segi algoritma dan penulisan program, jauh dari efisien dan masih terdapat banyak bug, tetapi tujuan utama untuk simulasi enkripsi dan dekripsi berjalan seperti yang saya pelajari.

Jika ada yang berminat untuk belajar bersama dengan memanfaatkan program ini, bisa men-download-nya dari website: http://www.4shared.com/dir/2122795/34f02aa7/kriptografi.html
Nama filenya cryptosistem.zip (98KB saja)

Saturday, February 24, 2007

Mozaik

Pagi tadi istri saya kirim SMS dari Makassar, isinya begini: "klo bikin mozaik pot kertasx tdk apa2 bertumpuk?"

Pasti istri saya lagi bikin tugas kuliahnya untuk membuat media pengajaran. Oh ya.., sekedar info, istri saya tidak bisa menemani saya di Yogya karena saat ini sedang kuliah juga, guna meningkatkan kualifikasi dan kompetensinya sebagai Guru TK.

Saya langsung membayangkan mozaik itu seperti susunan potongan ubin atau kaca timah warna-warni yang membentuk gambar, yang kelihatan unik dan cantik dari garis-garis antara potongannya, dan buatnya pasti susah karena banyak yang harus di potong-potong.

Jadi spontan saya mengirim SMS jawaban: "uniknya mozaik itu dari nat (celah) antar setiap potongan, dan kualitasnya termasuk dari ketekunan memotong".

Setelah itu, saya jadi penasaran, apa sih sebenarnya mozaik itu?. Mau cari di kamus.., saya baru niat beli Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Bahasa Inggris, untuk mendukung perkuliahanku di sini. Tapi belum.., jadi belum punya kamus.

Setelah cukup lama mencari di internet karena salah ejaan, ejaan yang benar ternyata adalah mosaic
(ejaan judul di atas adalah ejaan yang saya kenal selama ini, dan ternyata keliru, jadi silahkan membenarkannya sendiri),
akhirnya saya menemukan informasi yang cukup lengkap tentang mosaic, di http://www.thejoyofshards.co.uk/what.shtml.

Di situs http://www.kamus.net/, saya juga menemukan bahwa kata mosaic berarti kepingan.

Dari situs The Joy of Shards yang saya sebutkan di atas, dituliskan bahwa: "mosaic is a picture or other design constructed from smaller pieces", yang kurang lebih berarti gambar atau disain yang dibentuk dari kepingan-kepingan kecil. Kepingan-kepingan kecil bisa dibentuk dari potongan material seperti keramik, kaca, atau kertas dalam komposisi warna-warna tertentu.

Dari seni mosaic juga dikenal apa yang disebut kolase yaitu mosaic yang dibentuk dari material yang dapat ditemukan sehari-hari disekeliling kita, jadi bukan terbatas pada keramik atau kaca.
Juga dikenal istilah patchwork yang merupakan kolase dengan susunan dalam bentuk-bentuk yang geometrik.

Mosaic pertama kali dikenal sejak lama sebagai alternatif dari lukisan pada bangunan-bangunan Bizantine. Georges-Pierre Seurat (1859-1891) memperkenalkan Pointillism, yaitu melukis dengan titik-titik yang disusun berdekatan dengan warna terbatas. Penggunaan kepingan-kepingan kecil diperkenalkan oleh pelukis Marc Chagal (1887–1985).

Dengan susunan kepingan warna-warni pada mosaic, Efek penggabungan warna-warna tersebut akan terlihat membentuk gambar atau lukisan.
Itu berarti SMS jawaban saya kepada istri saya tidak terlalu tepat, karena ternyata pada mosaic itu yang dinikmati adalah gambar keseluruhan dengan komposisi warnanya, tidak masalah jika potongan kertas warnanya saling menumpuk, yang penting tidak merusak bentuk dan warna gambar.

Tapi paling tidak, pendapat saya pasti berlaku untuk mosaic yang dibuat dari keramik atau kaca.

Are We Moslem?

Khatib Shalat Jumat dengan materi khutbah yang sangat menarik perhatian saya sering saya jumpai walaupun agak langka. Sebagian besar khatib, apalagi yang usianya tergolong tua, yang seharusnya memiliki lebih banyak ilmu dan lebih mapan dalam teknik atau metode menyampaikan khutbah, justru hanya mengangkat materi yang itu-itu saja, paling tidak bagi saya yang kurang lebih sudah 30an tahun menghadiri majelis Shalat Jumat.Makanya tidak heran, bagi sebagian orang (termasuk saya kadang-kadang), menjadikan majelis Shalat Jumat sebagai majelis tidur siang.

Kalau dipikir, kira-kira dosanya sama siapa yaa..?. Menurut saya sih.., yaa tetap sama yang tidur.., karena khatib sudah melaksanakan tugasnya, baik atau tidak kualitasnya, toh tetap saja ada anggota jamaah yang tidur.
Wallahu a'lam bissawab

Tapi saya tidak ingin fokus pada baik atau tidaknya Khatib, bagaimanapun mereka jauh lebih baik dari pada saya, karena mereka orang yang berilmu dan ikhlas, yang pasti dicintai Allah, sedangkan saya hanya tertidur saat mereka membagi ilmunya. Dan saya masih jauh dari mampu untuk bisa menjadi khatib.

Satu khatib yang tidak membuat saya tertidur saat khutbah Jumat adalah khatib yang membawakan khutbah pada shalat jumat kemarin (23/02/07) di masjid Nurul Baroqah (dekat kosan saya), Sleman, Yogyakarta. Sayangnya saya masuk masjid saat adzan dikumandangkan, kesempurnaan shalat Jumat saya menjadi agak diragukan, dan saya tidak tahu nama khatibnya. :(
Tebakan saya, umurnya relatif muda (barangkali tidak lebih tua dari saya), dan mungkin dari golongan akademisi

Saya tidak tau persis apakah materi khutbahnya merupakan ulangan dari masjid ke masjid, dan saat menyampaikan sang khatib terlihat seperti membaca. Tetapi itu tidak penting

Dengan irama tuturan kata seperti seorang dalang (bener lho.. kayak dalang) yang sedang menyuarakan tokoh arif bijaksana, yang menurut saya enak didengar, beliau memulai inti khutbah dengan mengingatkan tentang bencana yang silih berganti mendera bangsa Indonesa, bencana alam, bencana kemanusiaan, musibah transportasi, dan lain sebagainya.

Yang membuat saya tergelitik dan berusaha untuk tetap terjaga karena penasaran ingin tahu lebih jauh, adalah kalimat sang khatib yang mengatakan bahwa Umat Islam Indonesia terbesar di dunia, tetapi merupakan umat yang paling menjatuhkan martabat Islam bahkan menginjak-injak Islam.

Rasa penasaran saya terjawab dengan beberapa contoh yang diangkat oleh beliau dalam khutbahnya. Antara lain (mungkin ada yang terlupa oleh saya):
- Sejumlah bencana alam dihadapi dengan ruwatan oleh paranormal atau bentuk-bentuk aktifitas lain yang mendekati kemusyrikan, sementara tidak pernah ada larangan dari pihak manapun untuk mencegah perbuatan dan aktifitas tersebut.
- Musabaqah digelar rutin dari tingkat kelurahan sampai nasional, hanya untuk memilih siapa yang 'menyanyikan' ayat-ayat Al-Qur'an paling baik, tetapi tidak memahami isinya.
- Nuzulul Qur'an dirayakan setiap tahun, tetapi Al-Qur'an-nya sendiri hanya menjadi barang pajangan
- Pemimpin dan elit yang memilih-milih ayat Al-Qur'an, mana yang cocok dan boleh dipakai, mana yang diabaikan dengan alasan tidak sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia.

Menyambung contoh-contoh di atas, saya juga jadi teringat perilaku-perilaku bangsa ini yang sempat saya amati, seperti:
- Menteri Agama yang percaya wangsit tentang penggalian harta karun dan didukung oleh presiden waktu itu, atau Departemen Agama selama ini lebih suka dan lebih 'serius' mengurusi bisnis haji dibandingkan kehidupan keagamaan yang lain
- Adanya bisnis sertifikasi haji untuk orang yang sudah meninggal dunia, apa bedanya dengan surat pengampunan dosa oleh gereja di masa sebelum munculnya kristen protestan.
Maaf, saya awam dengan aturan tentang haji, yang pernah saya baca hanya dalil tentang fidya dan/atau denda puasa, itupun untuk yang masih hidup dan tidak mampu berpuasa. Dan juga yang saya ingat cuma pesan Rasulullah SAW bahwa tatkala meninggal dunia anak-cucu Adam, maka putuslah semua amalannya, kecuali tiga hal, yang saya tahu tidak termasuk sertifikat haji. Juga satu kalimat dalam Al-Qur'an yang tegas mengatakan "Haji adalah wukuf di Arafah". (Mohon dikoreksi jika saya keliru)
- Setiap kali ada bencana alam, jarang ada (berarti ada, tetapi sangat sedikit) komentar dari elit, media, maupun awam yang mengembalikannya sebagai bentuk kekuasaan Allah, melainkan lebih banyak mencari kambing hitam, banjir ini kesalahan si-itu, lumpur itu gara-gara si-anu.
Berkuasa benar si-anu bisa menghasilkan lumpur jutaan kubik dan masih terus berproduksi ???
- Dan juga, mungkin termasuk saya sendiri, yang dalam melaksanakan Shalat yang merupakan tiang agama, hanya sebatas rutinitas dan ritualnya saja.

Mendekati akhir khutbahnya, yang relatif tidak terlalu panjang, sang khatib juga mengingatkan,karena perilaku negara Islam terbesar ini sedemikian rupa terhadap islam itu sendiri, sehingga musuh-musuh Islam menilai Indonesia merupakan komunitas Islam terbesar didunia yang sekaligus menjadi titik terlemah dunia Islam yang bisa menjadi sasaran empuk untuk menghancurkan Islam, maka berkembanglah berbagai bentuk konspirasi untuk meruntuhkan Islam melalui Indonesia, termasuk menumbuhkan image bahwa Islam adalah paham terorisme dan sedang tumbuh subur di Indonesia.
Beliau juga mengingatkan bahwa tanggung jawab paling besar atas keutuhan 'perahu' bangsa Indonesia dan kejayaan Islam berada di pundak orang-orang yang telah diberi nikmat Islam, Iman, dan Ilmu.


Bayangan kehancuran Islam sangat mengkuatirkan saya, terbayang bagaimana nantinya Indonesia kalau sudah menjadi seperti Spanyol yang tinggal menyisakan masjid Al-Hambra.
Bagaimana nanti masjid Istiqlal akan tinggal menjadi monumen yang mengingatkan bahwa Islam pernah ada di Indonesia. Dan kita yang mengaku muslim akan berada di mana pada saat itu ??.

Tapi yang lebih menakutkan bagi saya adalah, kisah-kisah dalam Al-Quran, yang juga yang sempat saya tonton melalui film yang diangkat dari buku-buku karya Harun Yahya, seorang penulis berkebangsaan Turki, tentang bangsa-bangsa yang dimusnahkan karena ingkar terhadap ayat-ayat dan kekuasaan Allah. saya cuma berdoa, semoga musibah yang silih berganti ini tidak berujung pada eksekusi pemusnahan total sebagai bangsa yang ingkar terhadap Yang Maha Memiliki.

Ah.. ini kan juga sudah banyak dibicarakan oleh banyak khatib, lagipula saya bukan khatib, karena itu mungkin banyak yang sudah tertidur atau sudah memindahkan link-nya saat baru membaca sebagian tulisan ini. Adakah yang sedang menemani saya berdo'a...??

Thursday, February 08, 2007

Brain Gain

Mengapa ada orang pintar dan ada orang bodoh?, mengapa ada orang yang kaya dan ada orang yang miskin? Apakah Allah tidak adil dengan mentakdirkan fakta ini?
http://www.tv.com/the-adventures-of-jimmy-neutron-boy-genius/show/6566/summary.html
Film animasi dari Nickelodeon "Jimmy Neutron: Boy Genius" episode "Sheen's Brain" mengisahkan tentang Sheen, sahabat Jimmy Neutron, yang selalu gagal dalam ujian karena kemampuan otaknya yang terbatas. Satu-satunya hal yang paling dikuasainya adalah tentang tokoh hero Ultra Lord. Saat harus mengahadapi ujian matematika, Sheen meminta kepada Jimmy agar dapat dibantu dalam menghadapi ujian. Jimmy Neutron si anak jenius kemudian menciptakan "Brain-Gain Helmet", yang membuat Sheen dapat menyelesaikan ujian matematikanya dengan seluruh jawabannya benar. Sheen tiba-tiba menjadi jenius dengan bantuan "Brain-Gain Helmet" ciptaan Jimmy.

Akan tetapi efek sampingnya, kepala Sheen terus membesar seiring dengan kemampuan otaknya yang semakin jenius, bahkan kemudian Sheen memiliki kekuatan mental dan telepati. Menyadari kemampuan barunya, Sheen yang selama ini merasa selalu direndahkan karena kebodohannya, berubah menjadi pongah dan bercita-cita akan menguasai dunia dengan kemampuan otak yang dimilikinya.

Kekuatiran Jimmy Neutron, selain Sheen yang berubah menjadi monster yang kejam, kepala Sheen yang terus membesar sewaku-waktu dapat meledak dan akan mengorbankan jiwa sahabat baiknya itu. Maka berjuanglah Jimmy Neutron dan teman-temannya untuk bisa mengambil "Brain-Gain Helmet" dari kepala Sheen dan mengembalikannya seperti semula.

Cerita ini memang konsumsi anak-anak karena alur ceritanya sederhana, serta disajikan dalam animasi kartun yang menarik dan penuh warna. Tapi setelah pertama kali menonton film ini (karena saya juga penggemar film kartun sejak kanak-kanak), terlintas dalam pikiran saya jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan awal di atas.

Seandainya Allah memberi saya otak yang pintar, atau Allah memberi saya kekayaan, siapa yang bisa menjamin saya tidak akan menjadi sombong, lalu siapa yang akan menjamin bahwa saya kemudian tidak akan menjadi orang yang dholim. Subhanallah, menjadi orang yang kurang pintar atau menjadi orang yang kurang beruntung, bisa jadi merupakan rencana Allah untuk melindungi kita daripada menjadi orang yang sombong dan/atau dholim, disamping sebagai bentuk ujian keimanan dan ketaqwaan.

Bey Arifin, dalam bukunya "Samudra Al-fatihah" banyak mengungkap wujud perlindungan Allah kepada manusia, yang terkadang tidak disadari atau bahkan dihadapi dengan keluhan dan gugatan terhadap keadilan Allah.
Bahkan rasa sakit sekalipun, yang jika dipikir secara sederhana, rasanya aneh, mengapa manusia harus merasakan sakit. Akan tetapi sesungguhnya itulah bentuk perlindungan Allah terhadap fisik manusia yang lemah, rasa sakit menunjukkan fisik kita tidak mampu lagi menahan beban, dan saatnya beban harus dikurangi atau tubuh diistirahatkan sementara, dari pada mengalami kerusakan yang fatal.

Jika kemudian muncul pertanyaan, mengapa Allah memberi kita fisik yang lemah, Saya percaya pada ayat-ayat Al-Quran yang menyatakan bahwa manusia diciptakan sebagai ciptaan yang terbaik, dan Allah punya rencana dan kehendak atas semua ciptaan-Nya. Dalam kaitannya dengan ujian keimanan dan ketaqwaan, Allah tidak akan menguji manusia melebihi batas kemampuannya.

Lalu apakah karena kita miskin atau bodoh, lalu kemudian kita tetap bertahan dalam kondisi miskin dan/atau bodoh karena Allah sedang melindungi dan menguji kita ?
Menurut pemikiran saya, jawabnya Tidak, karena banyak bagian dalam Al-Quran, yang menjadi 'manual-book' kita, yang memerintahkan kita untuk belajar dan mencari rezki Allah. Artinya, Allah juga sudah punya rencana bagi mereka yang selalu berusaha untuk menambah ilmu dan meningkatkan taraf hidup.
Ilmu dan rezki yang didapatkan melalui usaha dan perjuangan akan membuat kita lebih menghargai dan mensyukuri apa yang sudah kita dapatkan. Dan prosesnya merupakan suatu pembelajaran agar kita menjadi tetap atau semakin rendah hati, serta peduli sesama.
Ini pendapat saya, kalau ada yang salah, semata-mata karena keterbatasan saya.

Tuesday, February 06, 2007

E-Life Style

Masih berbicara tentang pertelevisian, judul diatas adalah salah satu mata acara yang disiarkan oleh MetroTV setiap hari minggu sore dengan materi seputar perkembangan dunia teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Dunia TIK memang sudah saatnya untuk diekspos secara lebih intens, mengingat dunia TIK semakin luas dan dalam menyentuh aspek kehidupan namun tidak semua orang memiliki respon yang sama dalam menyikapi. Ada yang merespon perkembangan TIK secara positif karena dekat dengan keseharian dan kebutuhannya, ada yang ikut-ikutan bermain
dalam TIK hanya karena ikut trend dan takut dibilang 'gaptek' yang ujung-ujungnya menjadi konsumtif, dan ada yang tidak mau tahu tentang TIK hanya karena dinilai mahal dan belum memahami dengan baik kebutuhannya. Karenanya keberadaan mata acara seperti "E-Life Style" bisa menjembatani kesenjangan informasi bagi para pengguna TIK.

Namun acara tersebut menurut saya seperti makanan lezat bergizi tetapi dinikmati dengan terburu-buru. Hasilnya rasa lezat hanya sesaat terasa dilidah, karena nyaris tidak sempat dikunyah lama-lama, dan kandungan gizi menjadi tidak dapat terserap. Jadilah ia sesuatu yang mubazir.

Dengan slot waktu berdurasi 30 menit yang kemudian dikeroposi oleh iklan, pakar multimedia, Roy Suryo, yang menjadi host acara tersebut lebih sering menginterupsi narasumber untuk tayangan iklan, padahal informasi yang disampaikan oleh narasumber, sesuai yang ditanyakan oleh host terkadang belum tuntas secara substansi.
Akibatnya bagi saya sebagai pemirsa awam, hanya menghasilkan rasa penasaran dan gondok di hati.

Bandingkan dengan mata acara "Economic Chalenge" yang juga disiarkan oleh MetroTV, Kendati tetap dikeroposi iklan, namun dengan durasi yang cukup panjang, saya yang sama sekali nda' ngerti Ilmu Ekonomi, bisa menjadi mudeng dengan permasalahan yang dibahas dalam setiap tayangan, karena cukup terbahas tuntas dan detail, disamping sejumlah narasumber yang ditampilkan memang punya kompetensi di bidangnya.

Iklan memang tidak bisa dihindari karena merupakan darah bagi TV swasta, tanpa iklan mungkin E-Life Style sama sekali tidak ada, namun proporsi, penempatan, dan momen kapan harus interupsi iklan, mungkin masih bisa diolah secara lebih elegan oleh pakar-pakar pertelevisian MetroTV. Khusus untuk tayangan-tayangan bergizi (setidaknya
menurut saya) mungkin juga bisa diatasi dengan durasi yang lebih panjang dan pada slot waktu yang lebih layak.

Jika boleh memberi saran kepada MetroTV, waktu dan durasi penayangan E-Life Style mungkin bisa dikaji ulang. Saya tidak punya data real tentang peminat acara tersebut, namun jika diletakkan pada time slot yang tepat, bisa jadi pemirsanya dapat lebih meningkat karena masih banyak orang yang awam dengan dunia TIK, disamping banyak orang yang butuh informasi detail tentang TIK.

Jika bisa berandai-andai, E-Life Style barangkali lebih baik menggantikan time slot yang sekarang ditempati oleh tayangan "Pilihan Anda" (kalau tidak salah judulnya begitu) yang menyajikan sejumlah berita terpilih untuk dipilih lagi oleh permirsa. Semua berita terpilih dalam "Pilihan Anda" tersebut bukannya sudah ditayangkan berulang-ulang sepanjang hari atau sepanjang minggu dalam banyak segmen pemberitaan, baik di MetroTV sendiri maupun saluran TV yang lain ("Top 9 News" jauh lebih baik dalam peyajian berita pilihan).

Memberikan kesempatan pemirsa untuk memilih berita yang akan dibacakan sepertinya mubazir, bukankah berita pilihan yang disajikan akan dibacakan semua dalam setiap tayangan "Pilihan Anda", hanya masalah mana yang lebih dulu, mana yang belakangan. Jika intinya pada komentar pemirsa, hemat saya juga kurang mengena, karena tidak sedikit pemirsa yang terlibat dalam "Pilihan Anda" tidak memiliki kompetensi yang paling tidak agak relevan
untuk berkomentar sehingga tidak memberikan nilai tambah apa-apa, bahkan ada yang tidak nyambung sama sekali.

Seandainya E-Life Style dapat disajikan dengan lebih baik oleh para koki MetroTV, maka hidangan lezat bergizi tersebut akan sangat enak untuk dinikmati dan akan memberikan manfaat bagi kemajuan bangsa.

Vizontele

Merupakan judul sebuah film buatan Turki tahun 2001 yang sempat saya tonton lewat saluran HBO beberapa bulan lalu waktu masih dikamar lama saya.

Dikisahkan dalam film tersebut tentang sebuah kota kecil di Turki dalam setting tahun 1974, yang dipimpin oleh seorang walikota bernama Nazmi, yang sangat suka berpidato. Hiburan satu-satunya di kota itu adalah layar tancap yang diusahakan oleh seorang bernama Latif. Usaha bioskop terbuka Latif tepat bersebelahan dengan rumah sang walikota, sehingga Istri dan keluarga walikota tidak perlu membayar untuk menonton film yang diputar, cukup dengan naik ke atap rumah, dan tidak lupa membawa makanan ringan.

Suatu hari, walikota Nazmi berpidato, bahwa di kota mereka akan kedatangan 'Vizontele' yang akan memungkinkan mereka melihat dunia. Nazmi mendeskripsikannya sebagai pesawat radio dengan gambar bergerak. Yang dimaksud sebenarnya adalah televisi.

Saat kiriman 'vizontele' benar-benar sudah datang, cerita menjadi menarik dan lucu dengan permasalahan mereka harus menyetel sendiri 'vizontele' agar bisa menangkap siaran, dan perjuangan sang walikota untuk membuktikan bahwa 'vizontele' itu memang bisa bekerja, yang selalu dicemooh oleh Latif si pengusaha bioskop yang merasa usahanya terancam dengan keberadaan 'vizontele'.

Emin adalah orang jenius dikota itu yang oleh kebanyakan penduduk kota dianggap sebagai orang gila, yang banyak membantu walikota untuk bisa menghidupkan 'vizontele', mulai dari merangkai perangkat 'vizontele', memindahkannya ke atas bukit dan membangun pembangkit listrik yang membuat 'vizontele' terbakar, hingga membawanya ke gunung yang tertinggi dan berhasil menerima siaran dan menampilkan gambar, tetapi kemudian mereka kecewa karena 'vizontele' mereka menerima siaran 'jahat' dari Iran (pada masa itu Turki dan Iran bermusuhan).Merekapun turun gunung dengan penuh kekecewaan, disambut cemoohan dari Latif dan pendukungnya.

Yang menggelikan, adalah karena Emin, Walikota, dan para pendukungnya tidak memahami kalau 'vizontele' mereka punya fasilitas untuk memilih siaran, yang kemudian ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang polisi yang mengawal mereka selama ini. Dengan fasilitas tombol untuk memilih siaran, sebenarnya mereka sudah dapat menerima siaran pemerintah Turki sejak pertama 'vizontele' itu tiba, tanpa harus bersusah payah mencari tempat yang cocok hingga harus membawanya ke puncak gunung.

Malam itu, rumah walikota penuh dengan penduduk yang ingin menonton 'vizontele', dan membuat Latif benar-benar gelisah. Sayangnya dari siaran yang mereka tonton, terdapat berita duka gugurnya putra sang walikota, yang masuk dinas militer dan ikut menghadapi pemberontakan. Besok paginya Istri walikota yang sangat berduka, dibantu oleh Emin, menguburkan 'vizontele' di atas bukit, dan diberi batu nisan atas nama putranya.

Antusiasme terhadap televisi seperti digambarkan dalam cerita film "Vizontele" tersebut mengingatkan saya pada masa kecil saya, di tahun 1978 (saya tidak ingat tanggal dan bulan persisnya) ketika saya ditabrak sepeda motor saat berlari menyeberang jalan untuk menonton televisi di rumah tetangga depan rumah. Tidak lama setelah kejadian itu, Bapak saya mengupayakan sehingga bisa punya televisi sendiri di rumah.

Walaupun dengan televisi hitam-putih, dan siaran terbatas dari jam 6 sore sampai jam 10 malam pada waktu itu, kecuali hari minggu ada siaran pagi, tetapi rasanya kami atau mungkin kita semua sangat menikmati semua yang ditayangkan oleh televisi, entah karena masih merupakan hal baru, atau memang siarannya menarik untuk ukuran masa itu.

Saat ini, tidak sulit menemukan satu rumah keluarga dengan lebih dari satu pesawat televisi di dalamnya. Tetapi apa yang terjadi dengan sajian dari pertelevisian skarang ini, khususnya pertelevisian Indonesia. Rasanya bagi saya tidak ada lagi antusiasme untuk menunggu dan menyaksikan satu tayangan (kecuali tayangan olahraga balap Formula 1 yang sangat saya minati). Entah mungkin karena sudah jenuh dengan banyaknya siaran, atau memang tidak
ada lagi tayangan yang benar-benar menarik bagi saya.

Siaran televisi, khususnya di Indonesia, saat ini menurut saya, umumnya hanya berisi tayangan-tayangan:
Sinetron dengan cerita yang typical seputar perebutan kekayaan dan perebutan cinta sekalipun mengambil setting sekolah, dengan aktor/aktris berkemampuan typical, dominan dengan akting menangis dan melotot;
Infotainment yang dari segi materi nyaris sama dari semua stasiun TV tanpa ada nilai lebih yang ditawarkan, syukur-syukur kalau bukan berangkat dari opini si pembuat/pemilik/reporter/presenter infotainment sendiri;
Talkshow yang semakin mengada-ada (sampai-sampai penyanyi dangdut MarE yang jelas-jelas berbuat asusila bisa tampil seperti pahlawan tertindas);
Serta tayangan kuis dan realty show berhadiah gila-gilaan yang membuat pemirsa dipenuhi angan-angan dan terbang jauh dari dunia nyata (seperti pada era Porkas dan SDSB dulu yang sudah dilarang).

Yang tersisa bagi saya dari tayangan televisi, hanyalah siaran berita dan siaran olah raga (sayangnya tidak banyak jenis olahraga yang saya minati), yang memang sulit untuk direkayasa, ditambah sedikit hiburan komedi dengan judul-judul tertentu dan beberapa film kartun sebagai hiburan. Tidak banyak lagi yang saya harapkan dari televisi.

Bahkan yang rasanya ingin saya gugat adalah dirusaknya alur cerita, bahkan tema cerita oleh, para penulis skenario atau sutradara atau produser yang merasa diri sangat kreatif, dengan me-redesign kisah-kisah legenda dan dongeng-dongeng ternama yang saya kenal dan dikisahkan kepada saya oleh almarhum Bapak saya semasa saya kecil, seperti kisah si Malinkundang, Sangkuriang, Cinderella, Bawang putih dan Bawang Merah, dan sebagainya.

Akan menjadi sulit bagi saya (dan mungkin kita semua) untuk menceritakkannya kembali pada anak-anak kita, setelah mereka diracuni oleh versi melenceng dari kisah-kisah tersebut melalui tayangan sinetron televisi. Padahal pesan-pesan bijak dan moral dari kisah-kisah tersebut menurut saya masih akan relevan, mungkin sampai akhir zaman.

Hari ini, sejak kembali ke Jogja setelah liburan, dan pindah ke kamar baru, saya kembali dapat menikmati layanan TV Kabel, setelah hampir lebih satu minggu dijanjikan oleh pa' Budi pemilik kos.

Setelah menikmati layanan TV kabel di tempat kos sejak mulai sekolah S2 di Jogja, saya seperti mendapat anugerah, saya jadi punya pilihan lagi, antusiasme saya terhadap televisi seolah bangkit lagi. Saya tidak lagi terbatasi dengan tayangan stasiun TV Indonesia, dan kebutuhan informasi dan hiburan saya menjadi sangat terlayani oleh Dicovery Channel, National Geographic, CNBC, StarWorld, dan hiburan dari HBO, StarMovie, dan Cartoon Network.
TV kabel menjadi 'vizontele' bagi saya, seperti orang yang baru mengenal televisi lagi.

(kalau dibaca oleh Pa' john dan Ibu Ola, pasti sudah mengatakan: pantesan biaya kosnya mahal, cari yang pakai TV kabel sih... :P )

Tetapi.., jika nanti semua orang Indonesia sudah dapat menikmati TV Kabel, TV satelit, atau TV Internet, bagaimana dengan nasib pertelevisian Indonesia????????,
apakah siaran TV Indonesia masih mampu menjadi pilihan?
apakah kita serahkan saja perkembangan (atau pergeseran) budaya kita kepada dunia pertelevisian internasional?

Pertanyaan lanjutan yang muncul kemudian dalam pikiran saya adalah, apakah ada insan pertelevisian Indonesia yang berpikir tentang ancaman krisis budaya sepeti yang terlintas dalam pikiran saya?,
Saya yakin ada, tapi apa yang bisa/akan/telah mereka lakukan?
Kapan visi kualitas bisa lebih kental dalam penyajian tayangan TV ketimbang visi komersial?
Kapan pemirsa TV mau lebih kritis memilih tayangan ketimbang menjadi obyek bisnis
yang dijejali dengan tayangan ala kadarnya dan sekedar laku oleh pemasang iklan?

Pertanyaan terakhir.., kenapa saya mau cape mikirin itu yaa? apa ada yang mau ikut mikir?Mending nonton TV (bukan TV Indonesia.. :) )

Titip salut untuk pemilik/pengelola/pendukung acara "Jejak Petualang", "Archipelago", "Surat Sahabat", "E-Life Style", "Extravaganza", dan "Bajaj Bajuri", di stasiun TV Indonesia manapun mereka berada.

Saturday, February 03, 2007

ATM

Untuk alasan keamanan, sebelum berangkat ke Jogja, biaya kuliah yang diberikan dari KHARISMA saya setorkan ke rekening BCA saya. Nanti ditarik di Jogja pada saat akan digunakan.

Di Jogja, tanggal 01/02/2007, H minus dua dari batas akhir registrasi, saya berencana menyelesaikan pembayaran SPP sebagai awal proses registrasi mahasiswa baru di Sekolah Pasca Sarjana UGM. Dan pagi itu saya saya keluar dari tempat kos dengan tujuan pertama ke ATM guna menarik uang untuk pembayaran SPP.

Lima bulan di Jogja, saya cuma tau dua lokasi ATM dan kantor cabang BCA, satu di dekat Stasiun Tugu, dan satu lagi kantor cabang utama di Sudirman. Akses ke kedua kantor cabang tersebut sama, sama-sama Rp 4.000 untuk ongkos bis pulang pergi. Tapi entah kenapa, pagi itu saya agak enggan untuk pergi jauh, mungkin karena sudah agak kesiangan dan bawaan saya lumayan berat, tas berisi dokumen-dokumen untuk kelengkapan registrasi dan oleh-oleh yang untuk teman-teman yang sudah nagih jauh sebelum saya berangkat, jadi saya putuskan untuk menarik uang dari ATM terdekat yang dilalui sambil jalan ke kampus.

Salah satu ATM yang saya ingat memasang logo ATM BCA adalah ATM NISP yang juga sering saya datangi, karena gaji saya dari Makassar di transfer via rekening saya di Bank NISP, dan lokasi ATM-nya yang tidak terlalu jauh dari tempat kos saya.

Sampai di ATM, saya mulai melakukan transaksi penarikan. Tetapi ternyata dengan kartu BCA saya (atau mungkin untuk semua kartu Non-NISP) hanya bisa maksimal Rp.600.000 untuk sekali tarik dan tidak ada pilihan penarikan dalam jumlah lain selain kelipatan yang tersedia di layar ATM. Jadi saya pilih kelipatan 500.000 sekali tarik, agar lebih gampang dihitung, tinggal narik 10 kali untuk mendapatkan jumlah Rp 5.000.000 senilai biaya SPP yang harus saya bayar.

Penarikan pertama sukses, struk tercetak keluar, dan saya letakkan begitu saja di atas mesin ATM, penarikan kedua.., penarikan ketiga.., struk tercetak dan saya kumpulkan dengan yang lain. Pada saat cetakan struk penarikan keempat, saya mulai mengamati tulisan pada struk sebelum meletakkannya dengan yang lain, Dan pada struk kelima, saya mulai menyadari keanehan..

Jumlah yang saya tarik angkanya bulat-bulat 500.000, tapi saldo akhir disetiap struk berubah pada 4 digit terakhir. Dan setalah saya amati.., Masya Allah, bodohnya saya..!, saya baru sadar kalau ternyata dari setiap penarikan dikenakan biaya sebesar Rp 3.000

Saya teruskan melakukan penarikan sampai selesai 10 kali tarik, total Rp 5.000.000, tanggung..

Keluar dari ATM, perasaan saya gondok luar biasa, saya merasa seperti baru saja kena palak sebesar Rp 30.000 (bukankah orang yang kena palak secara sadar menyerahkan uangnya). Padahal jumlah Rp 30.000 bagi mahasiswa di Jogja cukup untuk 2 kali makan selama tiga hari :(
Apalagi kalau dibandingkan dengan ongkos transport yang cuma 4 ribu rupiah pergi-pulang ke/dari ATM resmi, semakin gondoklah rasanya.
Tapi apa mau dikata, mungkin saya yang bodoh (padahal sudah mau S2)

Saya cuma berharap, mungkin pihak bank bisa lebih bijak dan lebih bermurah hati dalam melayani masyarakat pengguna ATM, misalnya dengan menyediakan pilihan jumlah yang sedikit lebih besar seperti 1juta rupiah untuk transaksi ATM antar bank, dan tidak lupa mengingatkan pengguna ATM bahwa transaksi akan dikenakan biaya atau tidak, Insya Allah akan sangat membantu nasabah.
Dan tulisan ini mudah-mudahan bisa membantu mengingatkan saya dan semua yang membaca, berhati-hati dan telitilah.

Friday, February 02, 2007

My New Room

Setelah menunggu lebih dari 4 bulan, akhirnya kamar kos yang disiapkan untuk saya, sesuai pembicaraan awal dengan pa' Budi (yang punya kosan), sudah bisa dihuni.
Jadinya, hari pertama sekembali dari Makassar, disibukkan dengan ngatur-ngatur di kamar baru. Untungnya pemindahan isi kamar oleh pa' Budi and the gang (pembantu-pembantunya, red.), memindahkan (atas seizin saya via telpon waktu masih di Makassar) dan menempatkan semua barang-barang saya pada tempat yang sama seperti waktu saya tinggalkan. Yang di dalam lemari kembali ke dalam lemari dan diatur sesuai posisinya sewaktu masih dalam lemari di kamar lama, yang diatas meja kembali diatur di atas meja, yang di dalam laci diatur di rak buku, karena meja di kamar baru tidak ada lacinya :( dan di kamar baru ada rak bukunya :)

Saya acung jempol dengan kerjaan pa' Budi, yang memang paling jago ngatur, walau sering lambat karena tertunda-tunda, atau lupa, atau beliau terlalu sibuknya ngatur-ngatur dan terlalu banyak yang musti diatur. Seperti sampai hari ini dikamar baru saya TV kabelnya belum masuk seperti di kamar lama, padahal saya sudah minta (via sms) sejak masih di Makassar.

Mulai kemarin sore, komputerku sudah bisa on-line lagi setelah kabel jaringan untuk sharing internet saya pindahkan dari kamar lama. Makanya sekarang baru/sudah bisa nge-blog lagi. (He he, jadi ingat kalau belum bayar biaya koneksi bulan lalu sama mas Prabu yang sudah nyediain sharing internet di kosan)

Kamar baru rasanya lebih lapang dari kamar yang saya tempati sementara selama beberapa bulan kemarin, hanya saja lampunya agak redup, mungkin karena ruangannya lebih besar dan warna dindingnya biru (I like it). Tempat tidurnya lebih kecil (single bed), gak seperti dikamar lama yang pakai ukuran double bed. Tapi menurutku lebih baik karena ruang jadi lebih lapang buat dipakai teman-teman kuliahku yang suka datang belajar bareng ditempatku. Dan lagi kalau istriku datang ke Jogja, kita lebih suka tidur di tempat tidur yang kecil koq :)

Hanya saja, tetangga-tetangga kamar baruku, jauh lebih aktif daripada tetangga-tetanggaku di kamar lama. Sudah dua malam nginap di kamar baru, saya dengar tetangga-tetangga kamarku suka rame main playstation atau nonton bareng sampai midnight, entah di kamar yang mana. Sampai saya terbangun dekat shubuh, masih ada yang kedengaran keluar masuk pakai motor. Untungnya saya termasuk orang yang bisa menikmati tidur dalam kondisi apapun, gak peduli mau pakai nyamuk atau pakai ribut. Jadi, tetangga hiperaktif gak masalah lah.., gak tau yaa kalau musim ujian..? Ah.. kan mereka pasti musim ujian juga. Eh, saya belum kenalan sama tetangga nih.

Kemarin sore, waktu memindahkan kabel jaringan dari kamar lama, saya masuk dan lihat situasi di dalam kamar lama, jadi ingat kembali dan jadi rindu saat-saat ketika istriku ada bersama saya di Jogja waktu Ramadhan kemarin.
Kapan yaa Ibu sempat ke sini lagi ?

Back to Jogja

Akhirnya harus kembali ke Jogja, setelah satu bulan liburan ke Makassar. Gak bisa ditunda lagi karena batas waktu registrasi S2 tinggal 2 hari.

Eh.., informasi: Alhamdulillah saya sudah berhasil lulus Pra-S2 dengan hasil yang sangat memuaskan (kecuali tidak bisa menyangkal kalau saya memang bodoh matematika, satu-satunya nilai C hanya dari matakuliah Logika Informatika), dan saya berhak untuk melanjutkan ke Program S2.

Musim hujan dan keterbatasan dana membuat waktu satu bulan di Makassar terasa terlalu singkat. Tidak bisa jalan lama-lama atau jauh-jauh :(
Kasihan istriku yang sudah harus ditinggal sendiri lagi (maaf ya Bu..).

Yang bikin sebel.., waktu registrasinya sudah mau habis, tapi ternyata kuliah masih 2 minggu depan.. :P Harusnya kan masih bisa liburan 2 minggu lagi