Pagi tadi istri saya kirim SMS dari Makassar, isinya begini: "klo bikin mozaik pot kertasx tdk apa2 bertumpuk?"
Pasti istri saya lagi bikin tugas kuliahnya untuk membuat media pengajaran. Oh ya.., sekedar info, istri saya tidak bisa menemani saya di Yogya karena saat ini sedang kuliah juga, guna meningkatkan kualifikasi dan kompetensinya sebagai Guru TK.
Saya langsung membayangkan mozaik itu seperti susunan potongan ubin atau kaca timah warna-warni yang membentuk gambar, yang kelihatan unik dan cantik dari garis-garis antara potongannya, dan buatnya pasti susah karena banyak yang harus di potong-potong.
Jadi spontan saya mengirim SMS jawaban: "uniknya mozaik itu dari nat (celah) antar setiap potongan, dan kualitasnya termasuk dari ketekunan memotong".
Setelah itu, saya jadi penasaran, apa sih sebenarnya mozaik itu?. Mau cari di kamus.., saya baru niat beli Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Bahasa Inggris, untuk mendukung perkuliahanku di sini. Tapi belum.., jadi belum punya kamus.
Setelah cukup lama mencari di internet karena salah ejaan, ejaan yang benar ternyata adalah mosaic
(ejaan judul di atas adalah ejaan yang saya kenal selama ini, dan ternyata keliru, jadi silahkan membenarkannya sendiri),
akhirnya saya menemukan informasi yang cukup lengkap tentang mosaic, di http://www.thejoyofshards.co.uk/what.shtml.
Di situs http://www.kamus.net/, saya juga menemukan bahwa kata mosaic berarti kepingan.
Dari situs The Joy of Shards yang saya sebutkan di atas, dituliskan bahwa: "mosaic is a picture or other design constructed from smaller pieces", yang kurang lebih berarti gambar atau disain yang dibentuk dari kepingan-kepingan kecil. Kepingan-kepingan kecil bisa dibentuk dari potongan material seperti keramik, kaca, atau kertas dalam komposisi warna-warna tertentu.
Dari seni mosaic juga dikenal apa yang disebut kolase yaitu mosaic yang dibentuk dari material yang dapat ditemukan sehari-hari disekeliling kita, jadi bukan terbatas pada keramik atau kaca.
Juga dikenal istilah patchwork yang merupakan kolase dengan susunan dalam bentuk-bentuk yang geometrik.
Mosaic pertama kali dikenal sejak lama sebagai alternatif dari lukisan pada bangunan-bangunan Bizantine. Georges-Pierre Seurat (1859-1891) memperkenalkan Pointillism, yaitu melukis dengan titik-titik yang disusun berdekatan dengan warna terbatas. Penggunaan kepingan-kepingan kecil diperkenalkan oleh pelukis Marc Chagal (1887–1985).
Dengan susunan kepingan warna-warni pada mosaic, Efek penggabungan warna-warna tersebut akan terlihat membentuk gambar atau lukisan.
Itu berarti SMS jawaban saya kepada istri saya tidak terlalu tepat, karena ternyata pada mosaic itu yang dinikmati adalah gambar keseluruhan dengan komposisi warnanya, tidak masalah jika potongan kertas warnanya saling menumpuk, yang penting tidak merusak bentuk dan warna gambar.
Tapi paling tidak, pendapat saya pasti berlaku untuk mosaic yang dibuat dari keramik atau kaca.
Search
Saturday, February 24, 2007
Mozaik
Are We Moslem?
Khatib Shalat Jumat dengan materi khutbah yang sangat menarik perhatian saya sering saya jumpai walaupun agak langka. Sebagian besar khatib, apalagi yang usianya tergolong tua, yang seharusnya memiliki lebih banyak ilmu dan lebih mapan dalam teknik atau metode menyampaikan khutbah, justru hanya mengangkat materi yang itu-itu saja, paling tidak bagi saya yang kurang lebih sudah 30an tahun menghadiri majelis Shalat Jumat.Makanya tidak heran, bagi sebagian orang (termasuk saya kadang-kadang), menjadikan majelis Shalat Jumat sebagai majelis tidur siang.
Kalau dipikir, kira-kira dosanya sama siapa yaa..?. Menurut saya sih.., yaa tetap sama yang tidur.., karena khatib sudah melaksanakan tugasnya, baik atau tidak kualitasnya, toh tetap saja ada anggota jamaah yang tidur.
Wallahu a'lam bissawab
Tapi saya tidak ingin fokus pada baik atau tidaknya Khatib, bagaimanapun mereka jauh lebih baik dari pada saya, karena mereka orang yang berilmu dan ikhlas, yang pasti dicintai Allah, sedangkan saya hanya tertidur saat mereka membagi ilmunya. Dan saya masih jauh dari mampu untuk bisa menjadi khatib.
Satu khatib yang tidak membuat saya tertidur saat khutbah Jumat adalah khatib yang membawakan khutbah pada shalat jumat kemarin (23/02/07) di masjid Nurul Baroqah (dekat kosan saya), Sleman, Yogyakarta. Sayangnya saya masuk masjid saat adzan dikumandangkan, kesempurnaan shalat Jumat saya menjadi agak diragukan, dan saya tidak tahu nama khatibnya. :(
Tebakan saya, umurnya relatif muda (barangkali tidak lebih tua dari saya), dan mungkin dari golongan akademisi
Saya tidak tau persis apakah materi khutbahnya merupakan ulangan dari masjid ke masjid, dan saat menyampaikan sang khatib terlihat seperti membaca. Tetapi itu tidak penting
Dengan irama tuturan kata seperti seorang dalang (bener lho.. kayak dalang) yang sedang menyuarakan tokoh arif bijaksana, yang menurut saya enak didengar, beliau memulai inti khutbah dengan mengingatkan tentang bencana yang silih berganti mendera bangsa Indonesa, bencana alam, bencana kemanusiaan, musibah transportasi, dan lain sebagainya.
Yang membuat saya tergelitik dan berusaha untuk tetap terjaga karena penasaran ingin tahu lebih jauh, adalah kalimat sang khatib yang mengatakan bahwa Umat Islam Indonesia terbesar di dunia, tetapi merupakan umat yang paling menjatuhkan martabat Islam bahkan menginjak-injak Islam.
Rasa penasaran saya terjawab dengan beberapa contoh yang diangkat oleh beliau dalam khutbahnya. Antara lain (mungkin ada yang terlupa oleh saya):
- Sejumlah bencana alam dihadapi dengan ruwatan oleh paranormal atau bentuk-bentuk aktifitas lain yang mendekati kemusyrikan, sementara tidak pernah ada larangan dari pihak manapun untuk mencegah perbuatan dan aktifitas tersebut.
- Musabaqah digelar rutin dari tingkat kelurahan sampai nasional, hanya untuk memilih siapa yang 'menyanyikan' ayat-ayat Al-Qur'an paling baik, tetapi tidak memahami isinya.
- Nuzulul Qur'an dirayakan setiap tahun, tetapi Al-Qur'an-nya sendiri hanya menjadi barang pajangan
- Pemimpin dan elit yang memilih-milih ayat Al-Qur'an, mana yang cocok dan boleh dipakai, mana yang diabaikan dengan alasan tidak sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia.
Menyambung contoh-contoh di atas, saya juga jadi teringat perilaku-perilaku bangsa ini yang sempat saya amati, seperti:
- Menteri Agama yang percaya wangsit tentang penggalian harta karun dan didukung oleh presiden waktu itu, atau Departemen Agama selama ini lebih suka dan lebih 'serius' mengurusi bisnis haji dibandingkan kehidupan keagamaan yang lain
- Adanya bisnis sertifikasi haji untuk orang yang sudah meninggal dunia, apa bedanya dengan surat pengampunan dosa oleh gereja di masa sebelum munculnya kristen protestan.
Maaf, saya awam dengan aturan tentang haji, yang pernah saya baca hanya dalil tentang fidya dan/atau denda puasa, itupun untuk yang masih hidup dan tidak mampu berpuasa. Dan juga yang saya ingat cuma pesan Rasulullah SAW bahwa tatkala meninggal dunia anak-cucu Adam, maka putuslah semua amalannya, kecuali tiga hal, yang saya tahu tidak termasuk sertifikat haji. Juga satu kalimat dalam Al-Qur'an yang tegas mengatakan "Haji adalah wukuf di Arafah". (Mohon dikoreksi jika saya keliru)
- Setiap kali ada bencana alam, jarang ada (berarti ada, tetapi sangat sedikit) komentar dari elit, media, maupun awam yang mengembalikannya sebagai bentuk kekuasaan Allah, melainkan lebih banyak mencari kambing hitam, banjir ini kesalahan si-itu, lumpur itu gara-gara si-anu.
Berkuasa benar si-anu bisa menghasilkan lumpur jutaan kubik dan masih terus berproduksi ???
- Dan juga, mungkin termasuk saya sendiri, yang dalam melaksanakan Shalat yang merupakan tiang agama, hanya sebatas rutinitas dan ritualnya saja.
Mendekati akhir khutbahnya, yang relatif tidak terlalu panjang, sang khatib juga mengingatkan,karena perilaku negara Islam terbesar ini sedemikian rupa terhadap islam itu sendiri, sehingga musuh-musuh Islam menilai Indonesia merupakan komunitas Islam terbesar didunia yang sekaligus menjadi titik terlemah dunia Islam yang bisa menjadi sasaran empuk untuk menghancurkan Islam, maka berkembanglah berbagai bentuk konspirasi untuk meruntuhkan Islam melalui Indonesia, termasuk menumbuhkan image bahwa Islam adalah paham terorisme dan sedang tumbuh subur di Indonesia.
Beliau juga mengingatkan bahwa tanggung jawab paling besar atas keutuhan 'perahu' bangsa Indonesia dan kejayaan Islam berada di pundak orang-orang yang telah diberi nikmat Islam, Iman, dan Ilmu.
Bayangan kehancuran Islam sangat mengkuatirkan saya, terbayang bagaimana nantinya Indonesia kalau sudah menjadi seperti Spanyol yang tinggal menyisakan masjid Al-Hambra.
Bagaimana nanti masjid Istiqlal akan tinggal menjadi monumen yang mengingatkan bahwa Islam pernah ada di Indonesia. Dan kita yang mengaku muslim akan berada di mana pada saat itu ??.
Tapi yang lebih menakutkan bagi saya adalah, kisah-kisah dalam Al-Quran, yang juga yang sempat saya tonton melalui film yang diangkat dari buku-buku karya Harun Yahya, seorang penulis berkebangsaan Turki, tentang bangsa-bangsa yang dimusnahkan karena ingkar terhadap ayat-ayat dan kekuasaan Allah. saya cuma berdoa, semoga musibah yang silih berganti ini tidak berujung pada eksekusi pemusnahan total sebagai bangsa yang ingkar terhadap Yang Maha Memiliki.
Ah.. ini kan juga sudah banyak dibicarakan oleh banyak khatib, lagipula saya bukan khatib, karena itu mungkin banyak yang sudah tertidur atau sudah memindahkan link-nya saat baru membaca sebagian tulisan ini. Adakah yang sedang menemani saya berdo'a...??
Thursday, February 08, 2007
Brain Gain
Akan tetapi efek sampingnya, kepala Sheen terus membesar seiring dengan kemampuan otaknya yang semakin jenius, bahkan kemudian Sheen memiliki kekuatan mental dan telepati. Menyadari kemampuan barunya, Sheen yang selama ini merasa selalu direndahkan karena kebodohannya, berubah menjadi pongah dan bercita-cita akan menguasai dunia dengan kemampuan otak yang dimilikinya.
Kekuatiran Jimmy Neutron, selain Sheen yang berubah menjadi monster yang kejam, kepala Sheen yang terus membesar sewaku-waktu dapat meledak dan akan mengorbankan jiwa sahabat baiknya itu. Maka berjuanglah Jimmy Neutron dan teman-temannya untuk bisa mengambil "Brain-Gain Helmet" dari kepala Sheen dan mengembalikannya seperti semula.
Seandainya Allah memberi saya otak yang pintar, atau Allah memberi saya kekayaan, siapa yang bisa menjamin saya tidak akan menjadi sombong, lalu siapa yang akan menjamin bahwa saya kemudian tidak akan menjadi orang yang dholim. Subhanallah, menjadi orang yang kurang pintar atau menjadi orang yang kurang beruntung, bisa jadi merupakan rencana Allah untuk melindungi kita daripada menjadi orang yang sombong dan/atau dholim, disamping sebagai bentuk ujian keimanan dan ketaqwaan.
Menurut pemikiran saya, jawabnya Tidak, karena banyak bagian dalam Al-Quran, yang menjadi 'manual-book' kita, yang memerintahkan kita untuk belajar dan mencari rezki Allah. Artinya, Allah juga sudah punya rencana bagi mereka yang selalu berusaha untuk menambah ilmu dan meningkatkan taraf hidup.
Tuesday, February 06, 2007
E-Life Style
Masih berbicara tentang pertelevisian, judul diatas adalah salah satu mata acara yang disiarkan oleh MetroTV setiap hari minggu sore dengan materi seputar perkembangan dunia teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Dunia TIK memang sudah saatnya untuk diekspos secara lebih intens, mengingat dunia TIK semakin luas dan dalam menyentuh aspek kehidupan namun tidak semua orang memiliki respon yang sama dalam menyikapi. Ada yang merespon perkembangan TIK secara positif karena dekat dengan keseharian dan kebutuhannya, ada yang ikut-ikutan bermain
dalam TIK hanya karena ikut trend dan takut dibilang 'gaptek' yang ujung-ujungnya menjadi konsumtif, dan ada yang tidak mau tahu tentang TIK hanya karena dinilai mahal dan belum memahami dengan baik kebutuhannya. Karenanya keberadaan mata acara seperti "E-Life Style" bisa menjembatani kesenjangan informasi bagi para pengguna TIK.
Namun acara tersebut menurut saya seperti makanan lezat bergizi tetapi dinikmati dengan terburu-buru. Hasilnya rasa lezat hanya sesaat terasa dilidah, karena nyaris tidak sempat dikunyah lama-lama, dan kandungan gizi menjadi tidak dapat terserap. Jadilah ia sesuatu yang mubazir.
Dengan slot waktu berdurasi 30 menit yang kemudian dikeroposi oleh iklan, pakar multimedia, Roy Suryo, yang menjadi host acara tersebut lebih sering menginterupsi narasumber untuk tayangan iklan, padahal informasi yang disampaikan oleh narasumber, sesuai yang ditanyakan oleh host terkadang belum tuntas secara substansi.
Akibatnya bagi saya sebagai pemirsa awam, hanya menghasilkan rasa penasaran dan gondok di hati.
Bandingkan dengan mata acara "Economic Chalenge" yang juga disiarkan oleh MetroTV, Kendati tetap dikeroposi iklan, namun dengan durasi yang cukup panjang, saya yang sama sekali nda' ngerti Ilmu Ekonomi, bisa menjadi mudeng dengan permasalahan yang dibahas dalam setiap tayangan, karena cukup terbahas tuntas dan detail, disamping sejumlah narasumber yang ditampilkan memang punya kompetensi di bidangnya.
Iklan memang tidak bisa dihindari karena merupakan darah bagi TV swasta, tanpa iklan mungkin E-Life Style sama sekali tidak ada, namun proporsi, penempatan, dan momen kapan harus interupsi iklan, mungkin masih bisa diolah secara lebih elegan oleh pakar-pakar pertelevisian MetroTV. Khusus untuk tayangan-tayangan bergizi (setidaknya
menurut saya) mungkin juga bisa diatasi dengan durasi yang lebih panjang dan pada slot waktu yang lebih layak.
Jika boleh memberi saran kepada MetroTV, waktu dan durasi penayangan E-Life Style mungkin bisa dikaji ulang. Saya tidak punya data real tentang peminat acara tersebut, namun jika diletakkan pada time slot yang tepat, bisa jadi pemirsanya dapat lebih meningkat karena masih banyak orang yang awam dengan dunia TIK, disamping banyak orang yang butuh informasi detail tentang TIK.
Jika bisa berandai-andai, E-Life Style barangkali lebih baik menggantikan time slot yang sekarang ditempati oleh tayangan "Pilihan Anda" (kalau tidak salah judulnya begitu) yang menyajikan sejumlah berita terpilih untuk dipilih lagi oleh permirsa. Semua berita terpilih dalam "Pilihan Anda" tersebut bukannya sudah ditayangkan berulang-ulang sepanjang hari atau sepanjang minggu dalam banyak segmen pemberitaan, baik di MetroTV sendiri maupun saluran TV yang lain ("Top 9 News" jauh lebih baik dalam peyajian berita pilihan).
Memberikan kesempatan pemirsa untuk memilih berita yang akan dibacakan sepertinya mubazir, bukankah berita pilihan yang disajikan akan dibacakan semua dalam setiap tayangan "Pilihan Anda", hanya masalah mana yang lebih dulu, mana yang belakangan. Jika intinya pada komentar pemirsa, hemat saya juga kurang mengena, karena tidak sedikit pemirsa yang terlibat dalam "Pilihan Anda" tidak memiliki kompetensi yang paling tidak agak relevan
untuk berkomentar sehingga tidak memberikan nilai tambah apa-apa, bahkan ada yang tidak nyambung sama sekali.
Seandainya E-Life Style dapat disajikan dengan lebih baik oleh para koki MetroTV, maka hidangan lezat bergizi tersebut akan sangat enak untuk dinikmati dan akan memberikan manfaat bagi kemajuan bangsa.
Vizontele
Merupakan judul sebuah film buatan Turki tahun 2001 yang sempat saya tonton lewat saluran HBO beberapa bulan lalu waktu masih dikamar lama saya.
Dikisahkan dalam film tersebut tentang sebuah kota kecil di Turki dalam setting tahun 1974, yang dipimpin oleh seorang walikota bernama Nazmi, yang sangat suka berpidato. Hiburan satu-satunya di kota itu adalah layar tancap yang diusahakan oleh seorang bernama Latif. Usaha bioskop terbuka Latif tepat bersebelahan dengan rumah sang walikota, sehingga Istri dan keluarga walikota tidak perlu membayar untuk menonton film yang diputar, cukup dengan naik ke atap rumah, dan tidak lupa membawa makanan ringan.
Suatu hari, walikota Nazmi berpidato, bahwa di kota mereka akan kedatangan 'Vizontele' yang akan memungkinkan mereka melihat dunia. Nazmi mendeskripsikannya sebagai pesawat radio dengan gambar bergerak. Yang dimaksud sebenarnya adalah televisi.
Saat kiriman 'vizontele' benar-benar sudah datang, cerita menjadi menarik dan lucu dengan permasalahan mereka harus menyetel sendiri 'vizontele' agar bisa menangkap siaran, dan perjuangan sang walikota untuk membuktikan bahwa 'vizontele' itu memang bisa bekerja, yang selalu dicemooh oleh Latif si pengusaha bioskop yang merasa usahanya terancam dengan keberadaan 'vizontele'.
Emin adalah orang jenius dikota itu yang oleh kebanyakan penduduk kota dianggap sebagai orang gila, yang banyak membantu walikota untuk bisa menghidupkan 'vizontele', mulai dari merangkai perangkat 'vizontele', memindahkannya ke atas bukit dan membangun pembangkit listrik yang membuat 'vizontele' terbakar, hingga membawanya ke gunung yang tertinggi dan berhasil menerima siaran dan menampilkan gambar, tetapi kemudian mereka kecewa karena 'vizontele' mereka menerima siaran 'jahat' dari Iran (pada masa itu Turki dan Iran bermusuhan).Merekapun turun gunung dengan penuh kekecewaan, disambut cemoohan dari Latif dan pendukungnya.
Yang menggelikan, adalah karena Emin, Walikota, dan para pendukungnya tidak memahami kalau 'vizontele' mereka punya fasilitas untuk memilih siaran, yang kemudian ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang polisi yang mengawal mereka selama ini. Dengan fasilitas tombol untuk memilih siaran, sebenarnya mereka sudah dapat menerima siaran pemerintah Turki sejak pertama 'vizontele' itu tiba, tanpa harus bersusah payah mencari tempat yang cocok hingga harus membawanya ke puncak gunung.
Malam itu, rumah walikota penuh dengan penduduk yang ingin menonton 'vizontele', dan membuat Latif benar-benar gelisah. Sayangnya dari siaran yang mereka tonton, terdapat berita duka gugurnya putra sang walikota, yang masuk dinas militer dan ikut menghadapi pemberontakan. Besok paginya Istri walikota yang sangat berduka, dibantu oleh Emin, menguburkan 'vizontele' di atas bukit, dan diberi batu nisan atas nama putranya.
Antusiasme terhadap televisi seperti digambarkan dalam cerita film "Vizontele" tersebut mengingatkan saya pada masa kecil saya, di tahun 1978 (saya tidak ingat tanggal dan bulan persisnya) ketika saya ditabrak sepeda motor saat berlari menyeberang jalan untuk menonton televisi di rumah tetangga depan rumah. Tidak lama setelah kejadian itu, Bapak saya mengupayakan sehingga bisa punya televisi sendiri di rumah.
Walaupun dengan televisi hitam-putih, dan siaran terbatas dari jam 6 sore sampai jam 10 malam pada waktu itu, kecuali hari minggu ada siaran pagi, tetapi rasanya kami atau mungkin kita semua sangat menikmati semua yang ditayangkan oleh televisi, entah karena masih merupakan hal baru, atau memang siarannya menarik untuk ukuran masa itu.
Saat ini, tidak sulit menemukan satu rumah keluarga dengan lebih dari satu pesawat televisi di dalamnya. Tetapi apa yang terjadi dengan sajian dari pertelevisian skarang ini, khususnya pertelevisian Indonesia. Rasanya bagi saya tidak ada lagi antusiasme untuk menunggu dan menyaksikan satu tayangan (kecuali tayangan olahraga balap Formula 1 yang sangat saya minati). Entah mungkin karena sudah jenuh dengan banyaknya siaran, atau memang tidak
ada lagi tayangan yang benar-benar menarik bagi saya.
Siaran televisi, khususnya di Indonesia, saat ini menurut saya, umumnya hanya berisi tayangan-tayangan:
Sinetron dengan cerita yang typical seputar perebutan kekayaan dan perebutan cinta sekalipun mengambil setting sekolah, dengan aktor/aktris berkemampuan typical, dominan dengan akting menangis dan melotot;
Infotainment yang dari segi materi nyaris sama dari semua stasiun TV tanpa ada nilai lebih yang ditawarkan, syukur-syukur kalau bukan berangkat dari opini si pembuat/pemilik/reporter/presenter infotainment sendiri;
Talkshow yang semakin mengada-ada (sampai-sampai penyanyi dangdut MarE yang jelas-jelas berbuat asusila bisa tampil seperti pahlawan tertindas);
Serta tayangan kuis dan realty show berhadiah gila-gilaan yang membuat pemirsa dipenuhi angan-angan dan terbang jauh dari dunia nyata (seperti pada era Porkas dan SDSB dulu yang sudah dilarang).
Yang tersisa bagi saya dari tayangan televisi, hanyalah siaran berita dan siaran olah raga (sayangnya tidak banyak jenis olahraga yang saya minati), yang memang sulit untuk direkayasa, ditambah sedikit hiburan komedi dengan judul-judul tertentu dan beberapa film kartun sebagai hiburan. Tidak banyak lagi yang saya harapkan dari televisi.
Bahkan yang rasanya ingin saya gugat adalah dirusaknya alur cerita, bahkan tema cerita oleh, para penulis skenario atau sutradara atau produser yang merasa diri sangat kreatif, dengan me-redesign kisah-kisah legenda dan dongeng-dongeng ternama yang saya kenal dan dikisahkan kepada saya oleh almarhum Bapak saya semasa saya kecil, seperti kisah si Malinkundang, Sangkuriang, Cinderella, Bawang putih dan Bawang Merah, dan sebagainya.
Akan menjadi sulit bagi saya (dan mungkin kita semua) untuk menceritakkannya kembali pada anak-anak kita, setelah mereka diracuni oleh versi melenceng dari kisah-kisah tersebut melalui tayangan sinetron televisi. Padahal pesan-pesan bijak dan moral dari kisah-kisah tersebut menurut saya masih akan relevan, mungkin sampai akhir zaman.
Hari ini, sejak kembali ke Jogja setelah liburan, dan pindah ke kamar baru, saya kembali dapat menikmati layanan TV Kabel, setelah hampir lebih satu minggu dijanjikan oleh pa' Budi pemilik kos.
Setelah menikmati layanan TV kabel di tempat kos sejak mulai sekolah S2 di Jogja, saya seperti mendapat anugerah, saya jadi punya pilihan lagi, antusiasme saya terhadap televisi seolah bangkit lagi. Saya tidak lagi terbatasi dengan tayangan stasiun TV Indonesia, dan kebutuhan informasi dan hiburan saya menjadi sangat terlayani oleh Dicovery Channel, National Geographic, CNBC, StarWorld, dan hiburan dari HBO, StarMovie, dan Cartoon Network.
TV kabel menjadi 'vizontele' bagi saya, seperti orang yang baru mengenal televisi lagi.
(kalau dibaca oleh Pa' john dan Ibu Ola, pasti sudah mengatakan: pantesan biaya kosnya mahal, cari yang pakai TV kabel sih... :P )
Tetapi.., jika nanti semua orang Indonesia sudah dapat menikmati TV Kabel, TV satelit, atau TV Internet, bagaimana dengan nasib pertelevisian Indonesia????????,
apakah siaran TV Indonesia masih mampu menjadi pilihan?
apakah kita serahkan saja perkembangan (atau pergeseran) budaya kita kepada dunia pertelevisian internasional?
Pertanyaan lanjutan yang muncul kemudian dalam pikiran saya adalah, apakah ada insan pertelevisian Indonesia yang berpikir tentang ancaman krisis budaya sepeti yang terlintas dalam pikiran saya?,
Saya yakin ada, tapi apa yang bisa/akan/telah mereka lakukan?
Kapan visi kualitas bisa lebih kental dalam penyajian tayangan TV ketimbang visi komersial?
Kapan pemirsa TV mau lebih kritis memilih tayangan ketimbang menjadi obyek bisnis
yang dijejali dengan tayangan ala kadarnya dan sekedar laku oleh pemasang iklan?
Pertanyaan terakhir.., kenapa saya mau cape mikirin itu yaa? apa ada yang mau ikut mikir?Mending nonton TV (bukan TV Indonesia.. :) )
Titip salut untuk pemilik/pengelola/pendukung acara "Jejak Petualang", "Archipelago", "Surat Sahabat", "E-Life Style", "Extravaganza", dan "Bajaj Bajuri", di stasiun TV Indonesia manapun mereka berada.
Saturday, February 03, 2007
ATM
Untuk alasan keamanan, sebelum berangkat ke Jogja, biaya kuliah yang diberikan dari KHARISMA saya setorkan ke rekening BCA saya. Nanti ditarik di Jogja pada saat akan digunakan.
Di Jogja, tanggal 01/02/2007, H minus dua dari batas akhir registrasi, saya berencana menyelesaikan pembayaran SPP sebagai awal proses registrasi mahasiswa baru di Sekolah Pasca Sarjana UGM. Dan pagi itu saya saya keluar dari tempat kos dengan tujuan pertama ke ATM guna menarik uang untuk pembayaran SPP.
Lima bulan di Jogja, saya cuma tau dua lokasi ATM dan kantor cabang BCA, satu di dekat Stasiun Tugu, dan satu lagi kantor cabang utama di Sudirman. Akses ke kedua kantor cabang tersebut sama, sama-sama Rp 4.000 untuk ongkos bis pulang pergi. Tapi entah kenapa, pagi itu saya agak enggan untuk pergi jauh, mungkin karena sudah agak kesiangan dan bawaan saya lumayan berat, tas berisi dokumen-dokumen untuk kelengkapan registrasi dan oleh-oleh yang untuk teman-teman yang sudah nagih jauh sebelum saya berangkat, jadi saya putuskan untuk menarik uang dari ATM terdekat yang dilalui sambil jalan ke kampus.
Salah satu ATM yang saya ingat memasang logo ATM BCA adalah ATM NISP yang juga sering saya datangi, karena gaji saya dari Makassar di transfer via rekening saya di Bank NISP, dan lokasi ATM-nya yang tidak terlalu jauh dari tempat kos saya.
Sampai di ATM, saya mulai melakukan transaksi penarikan. Tetapi ternyata dengan kartu BCA saya (atau mungkin untuk semua kartu Non-NISP) hanya bisa maksimal Rp.600.000 untuk sekali tarik dan tidak ada pilihan penarikan dalam jumlah lain selain kelipatan yang tersedia di layar ATM. Jadi saya pilih kelipatan 500.000 sekali tarik, agar lebih gampang dihitung, tinggal narik 10 kali untuk mendapatkan jumlah Rp 5.000.000 senilai biaya SPP yang harus saya bayar.
Penarikan pertama sukses, struk tercetak keluar, dan saya letakkan begitu saja di atas mesin ATM, penarikan kedua.., penarikan ketiga.., struk tercetak dan saya kumpulkan dengan yang lain. Pada saat cetakan struk penarikan keempat, saya mulai mengamati tulisan pada struk sebelum meletakkannya dengan yang lain, Dan pada struk kelima, saya mulai menyadari keanehan..
Jumlah yang saya tarik angkanya bulat-bulat 500.000, tapi saldo akhir disetiap struk berubah pada 4 digit terakhir. Dan setalah saya amati.., Masya Allah, bodohnya saya..!, saya baru sadar kalau ternyata dari setiap penarikan dikenakan biaya sebesar Rp 3.000
Saya teruskan melakukan penarikan sampai selesai 10 kali tarik, total Rp 5.000.000, tanggung..
Keluar dari ATM, perasaan saya gondok luar biasa, saya merasa seperti baru saja kena palak sebesar Rp 30.000 (bukankah orang yang kena palak secara sadar menyerahkan uangnya). Padahal jumlah Rp 30.000 bagi mahasiswa di Jogja cukup untuk 2 kali makan selama tiga hari :(
Apalagi kalau dibandingkan dengan ongkos transport yang cuma 4 ribu rupiah pergi-pulang ke/dari ATM resmi, semakin gondoklah rasanya.
Tapi apa mau dikata, mungkin saya yang bodoh (padahal sudah mau S2)
Saya cuma berharap, mungkin pihak bank bisa lebih bijak dan lebih bermurah hati dalam melayani masyarakat pengguna ATM, misalnya dengan menyediakan pilihan jumlah yang sedikit lebih besar seperti 1juta rupiah untuk transaksi ATM antar bank, dan tidak lupa mengingatkan pengguna ATM bahwa transaksi akan dikenakan biaya atau tidak, Insya Allah akan sangat membantu nasabah.
Dan tulisan ini mudah-mudahan bisa membantu mengingatkan saya dan semua yang membaca, berhati-hati dan telitilah.
Friday, February 02, 2007
My New Room
Setelah menunggu lebih dari 4 bulan, akhirnya kamar kos yang disiapkan untuk saya, sesuai pembicaraan awal dengan pa' Budi (yang punya kosan), sudah bisa dihuni.
Jadinya, hari pertama sekembali dari Makassar, disibukkan dengan ngatur-ngatur di kamar baru. Untungnya pemindahan isi kamar oleh pa' Budi and the gang (pembantu-pembantunya, red.), memindahkan (atas seizin saya via telpon waktu masih di Makassar) dan menempatkan semua barang-barang saya pada tempat yang sama seperti waktu saya tinggalkan. Yang di dalam lemari kembali ke dalam lemari dan diatur sesuai posisinya sewaktu masih dalam lemari di kamar lama, yang diatas meja kembali diatur di atas meja, yang di dalam laci diatur di rak buku, karena meja di kamar baru tidak ada lacinya :( dan di kamar baru ada rak bukunya :)
Saya acung jempol dengan kerjaan pa' Budi, yang memang paling jago ngatur, walau sering lambat karena tertunda-tunda, atau lupa, atau beliau terlalu sibuknya ngatur-ngatur dan terlalu banyak yang musti diatur. Seperti sampai hari ini dikamar baru saya TV kabelnya belum masuk seperti di kamar lama, padahal saya sudah minta (via sms) sejak masih di Makassar.
Mulai kemarin sore, komputerku sudah bisa on-line lagi setelah kabel jaringan untuk sharing internet saya pindahkan dari kamar lama. Makanya sekarang baru/sudah bisa nge-blog lagi. (He he, jadi ingat kalau belum bayar biaya koneksi bulan lalu sama mas Prabu yang sudah nyediain sharing internet di kosan)
Kamar baru rasanya lebih lapang dari kamar yang saya tempati sementara selama beberapa bulan kemarin, hanya saja lampunya agak redup, mungkin karena ruangannya lebih besar dan warna dindingnya biru (I like it). Tempat tidurnya lebih kecil (single bed), gak seperti dikamar lama yang pakai ukuran double bed. Tapi menurutku lebih baik karena ruang jadi lebih lapang buat dipakai teman-teman kuliahku yang suka datang belajar bareng ditempatku. Dan lagi kalau istriku datang ke Jogja, kita lebih suka tidur di tempat tidur yang kecil koq :)
Hanya saja, tetangga-tetangga kamar baruku, jauh lebih aktif daripada tetangga-tetanggaku di kamar lama. Sudah dua malam nginap di kamar baru, saya dengar tetangga-tetangga kamarku suka rame main playstation atau nonton bareng sampai midnight, entah di kamar yang mana. Sampai saya terbangun dekat shubuh, masih ada yang kedengaran keluar masuk pakai motor. Untungnya saya termasuk orang yang bisa menikmati tidur dalam kondisi apapun, gak peduli mau pakai nyamuk atau pakai ribut. Jadi, tetangga hiperaktif gak masalah lah.., gak tau yaa kalau musim ujian..? Ah.. kan mereka pasti musim ujian juga. Eh, saya belum kenalan sama tetangga nih.
Kemarin sore, waktu memindahkan kabel jaringan dari kamar lama, saya masuk dan lihat situasi di dalam kamar lama, jadi ingat kembali dan jadi rindu saat-saat ketika istriku ada bersama saya di Jogja waktu Ramadhan kemarin.
Kapan yaa Ibu sempat ke sini lagi ?
Back to Jogja
Akhirnya harus kembali ke Jogja, setelah satu bulan liburan ke Makassar. Gak bisa ditunda lagi karena batas waktu registrasi S2 tinggal 2 hari.
Eh.., informasi: Alhamdulillah saya sudah berhasil lulus Pra-S2 dengan hasil yang sangat memuaskan (kecuali tidak bisa menyangkal kalau saya memang bodoh matematika, satu-satunya nilai C hanya dari matakuliah Logika Informatika), dan saya berhak untuk melanjutkan ke Program S2.
Musim hujan dan keterbatasan dana membuat waktu satu bulan di Makassar terasa terlalu singkat. Tidak bisa jalan lama-lama atau jauh-jauh :(
Kasihan istriku yang sudah harus ditinggal sendiri lagi (maaf ya Bu..).
Yang bikin sebel.., waktu registrasinya sudah mau habis, tapi ternyata kuliah masih 2 minggu depan.. :P Harusnya kan masih bisa liburan 2 minggu lagi